Sang Penyumbat: Gangguan Mental

oleh Bhante Thich Nhat Hanh

Buddhis mengutamakan latihan batin konsentrasi terpusat. Menyadari sepenuhnya bahwa tanpa konsentrasi, jika tidak merubah gangguan mental, maka meditasi sulit memberikan hasil. Konsentrasi membawa ketenangan, kedamaian, kestabilan, menghadirkan suasana melegakan. Jika para petani menggunakan alat-alat pertanian untuk merawat ladangnya, maka para praktisi menggunakan meditasi untuk merawat kesadarannya. Buah dan bunga hasil latihan tumbuh dari lahan sang batin.

Penganut Buddhis tahu bahwa Nirwana berada di hati setiap insan. Sutra menyebutkan bahwa benih Buddha sudah ada di dalam kesadaran setiap orang, berlatih meditasi merupakan cara untuk membantu kita menyentuh benih-benih mulia dalam diri kita agar tumbuh, benih ini meciptakan koneksi antara diri ini dan eksistensi manusia.

Menurut pandangan Buddhis bahwa Nirwana merupakan dimensi realitas tertinggi, yang merupakan dasar segala dasar. Menurut ajaran Buddha bahwa batin kita yang sesungguhnya selalu cerah. Gangguan mental seperti keserakahan, kemarahan, keragu-raguan, ketakutan, sifat mudah melupakan merupakan faktor yang menutupi cahaya cerah itu, jadi latihan meditasi bertujuan untuk menggusur lima gangguan mental itu. Ketika energi perhatian penuh kesadaran (eling dan waspada) hadir, transformasi pun mulai terjadi. Semuanya saling mempengaruhi, tidak bisa berdiri sendiri.

Saya khuatir banyak penganut Buddhis tidak berlatih, walaupun mereka berlatih, itupun ketika mereka sedang menghadapi masalah, setelah masalah itu selesai, mereka pun melupakan latihannya, atau walaupun mereka berlatih, namun latihan itu hanya latihan untuk pamer saja.

Mereka sebagai penyokong komunitas buddhis, wihara, mereka mengadakan berbagai perayaan dan seremoni, menggaet orang untuk masuk Buddhis, melakukan aktivitas amal, mengadakan kegiatan sosial, namun mereka tidak berlatih perhatian penuh kesadaran ketika mereka melakukan semua aktivitas itu.

Mereka mungkin saja menghabiskan 1 jam setiap hari untuk melafalkan sutra, namun tidak lama kemudian pelafalan itu menjadi ‘kering’ dan mereka tidak tahu bagaimana menyegarkan kembali suasana ‘kering’ itu. Mereka percaya bahwa semua aktivitas mereka merupakan kegiatan melayani Buddha, Dharma, dan Sangha, melayani wihara, namun kegiatan mereka sama sekali tidak menyentuh Buddha yang ada di dalam hati mereka.

Kemudian kelompok orang ini juga tidak segan-segan untuk mendekati sumber kekuasaan politik, berkomplotan dengan mereka untuk membentuk aliansi besar demi memperkokoh posisi wihara maupun status organisasinya. Mereka percaya bahwa kekuatan politik diperlukan demi kebaikan dan masa depan wihara maupun komunitasnya. Mereka sedang membangun “AKU” padahal sang “AKU” lah yang seharusnya dicampakkan. Dengan demikian, mereka memandang sang “AKU” adalah kebenaran mutlak dan menyebut jalur spiritual lain sebagai jalur sesat! Sikap demikian sungguh berbahaya, sikap demikian selalu bermuara menuju konflik dan perang, akarnya adalah intoleransi.

disadur dari: Living Buddha Living Christ
living-buddha-living-christ

Creative Commons LicenseArtikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.