Apa Kabar

apa-kabarSejak kecil saya diajarkan untuk menyapa orang dengan “Apa kabar?” Mereka yang sudah lama tidak bertemu juga akan mulai dari “Apa Kabar?” Tentu saja setiap kali bertanya, saya tidak selalu sepenuh hati, kadang hanya sekadar basa-basi saja, kadang hanya sebagai kalimat pembuka untuk mulai sebuah percakapan.

Berlatih meditasi membantu saya menjadi lebih sadar dengan apa yang saya ucapkan, terutama “Apa Kabar?” Kualitas ketulusan barangkali sangat dangkal ketika saya hanya sekedar bertanya untuk basa-basi, namun terjadi peningkatan kualitasnya ketika saya betul-betul hadir di sini, menatap orang yang ada dihadapan, dengan niat tulus ingin mengetahui apa kabarnya, bagi saya ini menajdi latihan meditasi.

Mari cari tahu apa responnya, ada yang dengan cepat membalas, “baik”, ada yang membalas “Biasa-biasanya saja” dan ada yang membalas “Tidak begitu baik”, namun jarang sekali ada orang yang bilang “buruk” atau “jelek”, mengapa? Saya tidak tahu apakah karena malu memberi tahu bahwa dirinya sedang berada dalam kondisi buruk atau alasan lainnya. Saya rasa respon seperti itu ada kaitannya dengan siapa lawan bicaranya, kalau lawan bicara adalah teman akrab, barangkali kita lebih berani mengungkapkan perasaan terdalam, namun kalau berhadapan dengan teman yang tidak telalu akrab, tampaknya kita juga akan menjawab sekadarnya saja, benar demikian? Saya tidak tahu bagaimana menurut Anda?

Kadang di sentra praktik meditasi Plum Village, kami juga dihadapkan dalam kondisi demikian, banyak praktisi awam yang datang dengan membawa sejuta harapan, syukur kalau ada seratus harapan mereka terpenuh, walaupun hanya satu saja harapannya terpenuhi, barangkali dia bisa menjadi lebih bebas dan bahagia. Mereka datang membawa serta kebahagiaan juga kesulitan yang mereka alami dalam masyarakat, ada yang datang karena memang banyak simpul kusut di hati yang ingin mereka buka, dan kadang ada orang yang datang ke Plum Village karena rasa penasaran dengan kehidupan komunitas, atau ingin bertemu dengan mendengar langsung dari sesepuh zen.

Suatu percakapan akan menjadi dangkal atau dalam juga tergantung bagaimana kita memulai sebuah percakapan, dan itu bisa dari sebuah pertanyaan sederhana “Apa kabar?” Saya juga mengalami hal serupa, sebuah percakapan mulai dengan apa kabar dan setelah sekian menit percakapan kita mengalir semakin jauh, sungguh menarik sekali memperhatikan bagaimana percakapan itu mengalir, kadang mengalir ke arah yang sangat seru seperti perjumpaan pertama dengan Buddhisme, apa yang membuat mereka terus menerus menggali tentang latihan hidup sadar (mindfulness) dan meditasi, apalagi kalau cerita petualangan mereka di India atau negara-negara lain seperti Thailand, Sri Lanka, dan negara buddhis lainnya.

Percakapan juga bisa mengalir ke arah yang lebih bersifat pribadi, seperti bagaimana sulitnya hubungan antara pasangan, anak dan orang tua, dan sebagainya. Saya pernah sekali mendapat kesempatan dalam sesi konsultasi empat mata, ada seorang wanita perancis yang memiliki kesulitan dalam keluarganya. Wanita ini tampak sekilas bahagia dan ceria, dengan bahasa Inggris yang ala kadarnya kita ngobrol santai sekitar 10 menit pertama, dan kemudian dia mulai menceritakan kesulitan dengan pasangannya. Dia menikah sudah 18 tahun lebih, dan memiliki seorang anak perempuan yang masih sekolah, 10 tahun yang lalu hubungannya wanita ini dengan suaminya tampaknya semakin renggang dan mereka pilih untuk pisah ranjang, dan itu dilakukannya sudah 10 tahun lebih, namun mereka bertiga masih hidup di bawah satu atap.

Saya terhenyak sejenak mendengar kondisi demikian, lantas saya tanya, 10 tahun Anda melalui seperti ini, ada apa dibalik itu? Dia mulai bercerita lagi bahwa suaminya ini orang Arab dan menurut dia perangai suaminya ini memang sedikit aneh, dan merasa hubungan mereka semakin lama semakin tawar akhirnya mereka setuju untuk pisah ranjang, sebetulnya 10 tahun lalu mereka sepakat ingin cerai, namun anak perempuan mereka tidak setuju dan menantang keras, oleh karena itulah mereka hidup bersama bertiga di bawah satu atap, ayah dan ibu pisah kamar dan anak perempuan mereka juga punya kamar sendiri.

Bagi saya, sungguh tak terbayangkan ini bisa terjadi, suami istri memang sibuk urusan masing-masing, sang istri punya bisnis sendiri, jadi pergi pagi pulang petang, dan sang suami juga punya bisnisnya sendiri sehingga mereka hidup normal, toh sudah 10 tahun berlalu, dan sang anak juga sudah menginjak usia dewasa.

Sekarang bagian yang paling menarik adalah, wanita itu bertanya Apakah dia harus tetap hidup demikian atau pisah rumah? Saya hanya tersenyum kecil untuk merespon pertanyaan itu, karena saya tahu bahwa itu bukanlah pertanyaan yang perlu saya jawab. Tampaknya pisah atau bersama sudah tidak ada masalah lagi, toh mereka berdua tetap komit bersama di bawah satu atap demi memenuhi permintaan anak kandungya, saya merasa sebegitu besar cinta mereka terhadap anaknya. Saya hanya bilang, boleh juga mencoba untuk pindah keluar kalau anaknya sudah dewasa dan siap untuk menerima orangtuanya untuk berpisah. Namun saya juga memberi PR kepada wanita itu untuk mencari tahu apakah setelah sekian lama dalam kondisi tersebut, apakah ada sesuatu yang berbeda dan apakah masih ada kemungkinan kembali rujuk kembali? Saya bilang ke wanita itu untuk tidak langsung menjawab tapi luangkan waktu untuk merenungkan.

Terus terang, saya belum pernah berkeluarga jadi tidak punya pengalaman untuk memberi saran urusan rumah tangga, saya sempat bingung bagaimana membantunya, namun saya tahu bahwa tugas saya hanyalah mendengarkan bukan mencari solusi, jadi saya hanya mendengar, itu saja! Inilah latihan yang diterapkan di Plum Village, saya tidak mempersiapkan solusi apa yang harus saya tawarkan, mendengar saja sudah cukup.

Solusi akan muncul pelan-pelan dan itu tidak lewat proses berpikir, justru jangan berpikir, semakin berpikir semakin kacau pikiran saya. Kadang tidak ada solusi adalah solusi terbaik, karena orang tersebut sudah punya solusinya sendiri, kita hanya membantu dia mengeluarkan isi hatinya dan sisanya sudah beres. Kadang setelah ia selesai sharing, maka saran dari saya juga muncul begitu saja karena saya mendedikasikan diri untuk mendengar sehingga saya paham situasi yang ia hadapi, secara natural solusi juga mengalir, aneh bukan? Jangan tanya saya mengapa bisa demikian, Anda boleh mencoba melakukannya, nanti Anda sendiri tahu mengapa.

Saya pernah beberapa kali mencoba sambil mencarikan solusi sembari mendengar sharing dari orang lain, tak sadarkan diri, saya telah tersesat dalam solusi-solusi yang saya anggap brilian, tapi konyol, dan setelah dia selesai sharing, saya tidak begitu mengerti masalahnya dan solusi yang saya pikirkan tadi juga tampaknya tidak begitu berbobot.

Kembali pada apa kabar, saya jadi ingin bertanya, sebetulnya apa yang Anda ingin tahu dengan bertanya “Apa Kabar?”

Kabar yang di maksud di sini bisa dilihat dari beberapa sudut pandang, sebut saja kabar tentang badan jasmani apakah sehat atau sedang sakit? Apakah ada stress fisik? Berat badan berlebih sehingga harus diet atau OCD? Apakah ada otot yang kejang? Bagaimana kondisi mata, hidung dan telinga? Apakah Anda sering begadang dan memaksa badan terus bekerja non stop sehingga mengakibatkan stress? Apakah Anda punya waktu untuk mengizinkan badan untuk relaks? Apakah Anda punya cara untuk merelakskan badan jasmani? Apakah hidup Anda hektik? Inilah informasi yang ingin kita ketahui sebagai bentuk perhatian.

Badan jasmani seperti sebuah sungai, setiap sel bagaikan air, sel terbentuk dan terurai dalam setiap momen. Banyak elemen dalam badan jasmani kita, ada air, tanah, udara, dan panas, elemen ini saling berinteraksi. Melihat badan jasmani ini kita juga bisa melihat sel-sel leluhur kita. Meditasi badan jasmani berarti menyadari empat postur yakni sadar sedang duduk, sadar sedang berdiri, sadar sedang berjalan, dan sadar sedang berbaring. Menyadari badan jasmani merupakan gerbang menuju menyadari apa yang sedang terjadi dalam perasaan dan persepsi.

Bagaimana kabar perasaan Anda? Apakah merasa Anda nyaman? kesal atau dongkol? Perasaan juga seperti sungai, perasaan terus mengalir, perasaan nyaman dan gelisah selalu silih berganti, kadang perasaan bercampur aduk, kadang netral. Perasaan nyaman muncul dan bertahan dalam kurun waktu tertentu, kemudian perasaan itu pergi dan digantikan dengan perasaan lain lagi, bayangkan awan di langit yang datang dan pergi, demikian pula perasaan kita.

Meditasi untuk membantu kita mengetahui perasaan apa saja yang sedang muncul, senyum kepada perasaan itu, melihat lebih dalam akan perasaan itu, maka kita bisa mengerti mengapa perasaan itu lahir, seketika mengerti asal usul perasaan itu, maka pengertian itulah yang membantu kita agar tidak takut dengan perasaan apa pun, bahkan perasaan menyakitkan sekalipun. Perasaan memiliki koneksi erat dengan badan jasmani, stress badan jasmani akan mendatangkan perasaan tidak nyaman.

Apa Kabar persepsi Anda? apakah persepsi-persepsi yang ada saat itu tepat atau keliru? Apakah Anda pernah betul-betul melihat lebih dalam tentang persepsi? Persepsi mengalami proses mengetahui, memberi nama, dan membuat konsep lewat pikiran, termasuk proses mencerap lewat panca indra, setiap kali kita mencerap sesuatu kita lebih sering keliru sehingga membawa perasaan tidak nyaman. Maka itu kita selalu disaranakan untuk jangan terlalu yakin dengan persepsi yang ada. “Apakah Saya yakin?” Ini pertanyaan bagus, kalau kita berani bertanya demikian, maka ini menjadi kesempatan buat kita untuk melirik kembali persepsi kita.

Ada seorang yang sedang mengayuh perahu di pagi hari, tiba-tiba dia melihat ada perahu lain dari depan bergerak cepat menuju ke arahnya, dia berteriak bilang, “pinggir, pinggir!” tapi sudah terlambat dan dua perahu saling menabrak. Pria itu menjadi berang dan mulai memaki-maki, tapi setelah dia lihat baik-baik ternyata perahu di depannya kosong, ternyata perahu itu terombang-ambing karena tali pengikatnya lepas, jadi pria itu mulai ketawa akan kebodohannya. Ketika persepsi kita benar, maka kita merasa nyaman, ketika persepsi kita keliru, maka akan banyak perasaan tidak nyaman yang muncul. Kita belajar melihat lebih dalam agar tidak membawa perasaan tidak nyaman atau menderita.

Apa kabar formasi mental? Apa pun yang terbuat dari elemen lain dianggap sebagai formasi (bentukan). Setangkai bunga adalah sebuah formasi, karena bunga terbentuk dari elemen matahari, tanah, air, udara, biji, dan sebagainya. Rasa takut juga merupakan formasi, namun berbentuk formasi mental. Badan jasmani kita juga sebuah formasi, namun berbentuk formasi fisik. Perasaan dan persepsi juga termasuk formasi mental, karena perasaan dan persepsi merupakan elemen penting sehingga dia dikategorikan tersendiri. Formasi mental ada dalam manusia dalam bentuk biji-biji, setiap kali biji ini disiram, maka biji itu akan tumbuh, muncul, dan hadir di kesadaran mental (pikiran). Tugas kita adalah menyadari kehadiran formasi-formasi itu, melihat lebih dalam akan sifatnya. Kita bisa memilih biji mana yang perlu kita sirami sehingga mendatangkan manfaat bagi kita.

Apa kabar kesadaran? Maksud dari kesadaran adalah gudang kesadaran, yang merupakan tempat semua biji tersimpan. Ada biji kebahagiaan, biji sukacita, biji stress, biji frustrasi, dan sebagainya. Gudang kesadaran merupakan basis bagi badan jasmani, perasaan, persepsi, dan formasi mental.Gudang ini bisa berubah menjadi jernih apabila kita berlatih hidup sadar dan waspada atas bagaimana cara kita makan lewat panca indra.

Jadi ketika Anda bertanya, apa kabar, maka kabar bagian mana yang ingin Anda ketahui? Atau hanya sekadar berbasa-basi saja?

Creative Commons LicenseArtikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.