Time Is Not Money, But Time Is Life

Biara Tokurinji @Nagoya April 2018


Raja penguasa jagad barusan menaklukkan kerajaan tetangga, kemenangan ini menjadi panji kemenangan kesekian. Raja puas dengan semua yang telah ia capai, daerah kekuasaannya juga semakin hari semakin luas.

Para jenderal perang yang menemaninya bak sahabat sekaligus abdi setia. Setiap kemenangan selalu dirayakan dengan pesta pora. Walaupun banyak prajurit yang gugur dalam perang barusan, namun itu tetap menjadi kemenangan hebat.

Raja yang sudah di usia senja itu masih bersemangat memimpin pasukan perang. Perjalanan pulang cukup panjang. Paruh perjalanan itu, tiba-tiba raja jatuh sakit. Semua pasukan berhenti untuk rehat sambil menunggu kedatangan tabib.

Beberapa tabib tersohor telah diundang untuk memeriksa kondisi raja. Semua tabib menyatakan kondisi raja sangat berat, bahkan sudah mencapai taraf akut. Ada kemungkinan tidak akan bisa melewati 2 atau 3 hari lagi.

Semua pasukan sedih karena harus menyambut kemenangan dengan kabar pahit itu. Seorang raja jagad yang gagah berani, memiliki pasukan kuat untuk menaklukkan berbagai kerajaan, raja yang telah menorehkan sejarah memuncak di zamannya, ia harus menerima fakta itu.

Kekayaan, ketenaran, kekuasaan yang telah ia perjuangkan sepanjang hayat hanya tinggal kenangan. Seorang raja maha besar tergeletak tak berdaya menghadapi ajalnya. Raja sangat menyesal karena selama hidupnya terlalu sibuk dengan urusan kerajaan dan perang. Ibundanya yang sudah tua renta juga tidak pernah ia kunjungi lagi.

Raja tersedu-sedan meneteskan air mata. Panglima perang tertinggi menghampirinya dan bertanya, “Baginda, mengapa baginda harus bersedih, kami akan mencarikan tabib terhebat untuk menyembuhkan Baginda”.

Raja membalas, “Jenderal, ini adalah badanku, aku tahu sudah saatnya aku harus pergi. Anda tak perlu repot mencarikan tabib lagi. Aku menyesal selama ini aku sibuk, tidak pernah menyediakan waktu untuk menemani ibundaku. Keinginanku terdalam saat ini adalah bertemu Ibunda tercinta, menemani dan berbincang-bincang dengannya, tapi sekarang sudah terlambat.

Raja meminta jenderal untuk mengabulkan 3 permintaan terakhirnya, sang jenderal menyatakan kesiapannya sambil meneteskan air mata.

Permintaan pertama, ketika aku mati, maka semua tabib tersohor yang akan menggotong peti matiku.

Permintaan kedua, sepanjang jalan menuju pemakaman, taburkanlah semua emas, perak, batu permata yang telah aku kumpulkan selama ini.

Permintaan ketiga adalah mohon buatkan 2 lubang di peti mati supaya kedua belah tangan saya bisa terjuntai keluar.

Beberapa jenderal yang mendengar tiga permintaan itu sedikit binggung. Semua titah raja adalah sesuatu yang mutlak, tidak ada satu orang pun berani bertanya, apalagi membantah. Sang jenderal tertinggi maju ke depan, berlutut lalu mencium tangan raja dan meletakkannya di dadanya.

Baginda, kami akan memastikan tiga permintaan itu dilaksanakan dengan sempurna. Namun, maafkan hamba lancang, apakah ada makna khusus dari tiga permintaan itu?

Baginda raja menghela napas panjang lalu menuturkan, “Aku ingin semua rakyatku mendapatkan pelajaran dari tiga permintaan itu. Aku ingin semua tabib tersohor menggotong peti matiku untuk memberitahu semua orang bahwa di dunia ini tidak ada tabib yang bisa menyembuhkan kematian. Para tabib tersohor sekalipun tidak berdaya berhadapan dengan kematian, agar semua orang jangan menyia-nyiakan hidupnya.

Permintaan kedua untuk memberitahu semua orang bahwa tak ada secuil pun kekayaan yang bisa dibawa serta ketika seseorang meninggal dunia. Aku menghabiskan seluruh hayatku untuk memperoleh kekuasaan, kekayaan, dan ketenaran, tak ada satu pun yang bisa aku bawa pergi. Janganlah menghabiskan waktu untuk mengejar itu semua.

Lalu permintaan terakhir, untuk memberitahu semua orang bahwa aku datang dengan tangan kosong, dan pergi juga dengan tangan kosong.

Setelah membeberkan semua itu, sang raja menutup matanya dan mengembuskan napas terakhirnya. Sang raja jagad telah tiada. Demikianlah dia sering menaklukkan banyak kerajaan, namun sekarang dia sudah ditaklukkan oleh kematian.


Kesehatan ada di tanganmu, jagalah baik-baik. Banyak orang bilang waktu adalah uang (time is money), tapi Zen Master Thich Nhat Hanh bilang, “Time is not money, but time is life”. Anda bisa mendapatkan lebih banyak kekayaan tapi Anda tidak bisa mendapatkan lebih banyak waktu.

Jika Anda memberikan waktu untuk bertemu dengan seseorang, sebetulnya Anda sedang memberikan sebagian hidupmu kepada dia yang tidak akan pernah bisa Anda ambil kembali. Jadi benar, “Time is life”.

*Ditulis ulang dari beberapa sumber dengan berbagai perubahan dan modifikasi

Creative Commons LicenseArtikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.