Ada seorang teman bertanya, “Bhante, kenapa Zen Plum Village tidak bicara tentang Jhana?” Saya langsung blank! Seperti kena panah lalu membeku tak bisa bergerak. Berharap ada ilham datang dari langit.
Seperti biasa, saya mencoba untuk bernapas beberapa kali, tapi baru 2 putaran napas, saya kesambar petir. Benar, Secepat petir menyambar! Ilham datang dari langit, dan seketika kejernihan menjawab spontan.
Jawaban Spontan
“Karena Jhana itu untuk dicapai, bukan dibicarakan. Justru Jhana itu banyak detailnya. Jika praktisi pemula belum siap, maka detail-detail itu justru bikin kacau. Jadi Plum Village tidak memberikan ‘informasi’ itu.”
“Jika Anda tertarik dengan detail itu, silakan saja baca, informasinya tersedia di mana-mana. Menurut saya, jika kewawasan (mindfulness) sudah kuat, seseorang bisa mencapai jhana tanpa perlu informasi tentang jhana. Kewawasan adalah gerbang utamanya (the main gate).”
“Anda tidak perlu berputar-putar ke sana ke sini. Plum Village mengadakan Day of Mindfulness (DOM) dan Retret untuk terus memperkuat energi kewawasan. Teknik ini bersatu padu dengan kehidupan sehari-hari, tanpa terjebak pada variasi atau obsesi atas teknik-teknik tertentu.”
Sepasang Sayap
Pada awal pengembaraan, Siddharta juga pergi ke sana ke mari untuk mencari berbagai teknik. Ia belajar dengan ahlinya, dan akhirnya beliau menyimpulkan bahwa teknik napas adalah fondasi utama.
Teknik meditasi ada dua sayap. Pertama adalah sayap samatha (berhenti), kemudian sayap vipasyana (menatap mendalam). Burung bisa terbang ketika mengepakkan kedua sayapnya, bukan satu saja.
Zen Plum Village memiliki pandangan bahwa di dalam samatha mengandung vipasyana, lalu di dalam vipasyana juga mengandung samatha. Jadi mereka adalah satu kesatuan, tidak bisa dipisahkan. Walaupun pada awalnya, seseorang membedakan antara ini adalah samatha dan itu adalah vipasyana.
Praktik samatha dan vipasyana pada awalnya terlihat seolah-olah saling terpisah, nanti keduanya akan terlihat bersatu, tidak mendua. Memang sejak awalnya bersatu kok, kita saja belum mampu melihatnya demikian.
Ini barangkali terasa agak abstrak. Jika penjelasan ini saja sudah membuat Anda bingung, sudah jelas Anda tidak membutuhkan informasi lebih banyak lagi. Overdosis informasi bisa menjadi penghalang baru bagi latihan.
Jhana itu Meditasi
Jhana adalah bahasa Pali. Dhyana adalah bahasa Sanskerta. Chan adalah bahasa Tionghoa. Zen adalah bahasa Jepang. Jadi Jhana artinya sederhana, meditasi, itu saja! Saya bukan over-simplifikasi loh, justru manusia paling pintar dalam over-kompleksifikasi. Jadi kuncinya balancing.
Istilah Jhana menjadi sempit ketika hanya di-identikkan dengan konsentrasi. Namun tidak sepenuhnya salah juga jika menyebutkan Jhana sebagai bagian dari tahapan konsentrasi. Anda boleh tidak setuju dengan bagian ini.
Jika berlatih kewawasan, maka kekuatan konsentrasi juga akan semakin tinggi, tak heran jika semua pengalaman meditatif itu direkam dan dijelaskan dengan detail dari rupa jhana (4 tingkat), lalu arupa jhana (4 tingkat), dan sampailah pada dimensi bukan persepsi juga bukan non persepsi (Nirodha Samapatti) yang kadang disebut Jhana ke-9.
Teknik Jhana tidak lepas dari tradisi petapaan India kuno. Sebetulnya tak ada yang bisa benar-benar mengklaim bahwa ini adalah teknik murni dari Agama Buddha. Toh, Buddha juga belajar dari petapa di hutan, tradisi brahmaisme, berjibaku dengan upanishad, dan bahkan Siddharta juga mencoba berbagai teknik penyiksaan diri.
Rumus Matematika
Akhirnya, kembali lagi kepada pertanyaan awal, “Mengapa Zen Plum Village tidak membicarakan tentang Jhana?”Saya sampai pada kesimpulan dalam rumus matematika berikut ini:
Jhana = Dhyāna = 禪那 = Zen = Thiền = Seon
Rumus Jhana
Jadi sudah jelas, praktik sehari-hari Plum Village adalah Jhana. Melalui pintu gerbang utamanya yaitu berkewawasan lewat objek napas, kembali ke badan jasmani, perasaan, pikiran, dan dharma (fenomena atau objek pikiran).
Napas dianggap sebagai sentral, kemudian lewat kewawasan ketika duduk, berdiri, berjalan, dan berbaring. Praktik ini dilakukan secara formal dan non formal. Formal artinya ada sesi khusus meditasi jalan bersama. Sesi non formal, ketika seseorang berjalan dari kamar ke ruang makan maka itu juga sebagai meditasi jalan.
Praktik di atas juga dikombinasikan dengan berkewawasan lewat mendengar lonceng dan dentangan jam dinding, menyantap makanan dengan hening, berkewawasan dalam berbicara, berolah-raga, berkebun, bahkan ke toilet sekalipun.
Tidak Mendua
Jika Jhana sudah menjadi bagian dari hidup seseorang, maka tidak perlu ada upaya untuk berpraktik lagi, karena hidup dan latihan telah menjadi satu (Ekaggatā), dalam Vimalakirti Nirdesa disebutkan the practice of non practice. Tiada lagi perbedaan antara praktik dan non praktik.
Kehidupan manusia itu dinamis. Anda bukanlah petapa fulltimer, karena harus mengurus bisnis, suami atau istri, anak, kantor, dan lain-lain, ini yang saya sebut meditasi non duduk. Namun Anda bisa melakukan kegiatan itu dengan semangat berkewawasan. Ingatlah bahwa, kehidupan Anda bukan hanya di atas bantal meditasi saja.
Meditasi duduk bisa bagus, namun meditasi non duduknya bagaimana? Jadi meditasi duduk sama pentingnya dengan meditasi non duduk, jangan membesarkan satu di atas yang lainnya. Kita butuh keseimbangan dalam keduanya.
Konsistensi dalam pengembangan kewawasan (sati), konsentrasi (samadhi), dan kearifan (prajna). Tradisi Jhana Plum Village memisahkan meditasi duduk dan non duduk, kemudian meleburkannya menjadi satu, tiada lagi meditasi duduk dan non duduk; bila perlu memisahkannya lagi, nanti pisah atau lebur sudah tidak masalah lagi.
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.
Apakah ada ukuran pasti dari Jhana 1 sampai Jhana 4? Sepertinya tidak terukur. Bisa saja orang ngaku2 sudah sampai Jhana sekian.
Ada sih byk ukurannya, silakan cek karnya Bhante Buddhaghosa judulnya Visudhimagga