Sudah tahu rasa madu? Iya, manis. Manisnya juga berbeda jika dibandingkan dengan gula atau pemanis lainnya. Manisnya madu memberikan kesan menyegarkan. Madu bisa diminum secara langsung atau dicampurkan dengan minuman lainnya, tergantung selera Anda. Namun, entah kenapa ada istilah dimadu, yang rasanya sama sekali tidak meng-enakkan.
Saya jadi ingat suatu ketika saya berbicara tentang sumber toksin. Ketahuilah bahwa sumber toksin bisa datang dari mana saja. Semua toksin itu bisa masuk melalui lima pintu manusia, yaitu mata, hidung, telinga, lidah, dan alat peraba.
Sesungguhnya, semua manusia sudah memiliki toksin dalam dirinya, sebut saja toksin internal. Lalu, toksin yang berasal dari luar, sebut saja toksin eksternal. Toksin yang masuknya melalui lima pintu itu lantas memperkuat toksin internal. Mereka saling bertautan, saling berinteraksi, dan saling interkoneksi.
Berlatih kesadaran penuh berarti mengawasi lima pintu itu, menempatkan prajurit kesadaran untuk memeriksa asupan dari luar, apakah asupan itu mengandung bahan berbahaya atau tidak. Kalau Anda lengah, maka bertaburan toksin berpesta pora, berduyun-duyun masuk ke dalam dirimu.
Suatu hari, di hadapan para guru-guru sekolah, saya menjelaskan tentang toksin, maklum topik toksin lagi hot. Tiba-tiba saya bertanya kepada mereka, apa lawan kata dari toksin? Mereka terpana, terdiam, sedang berpikir, beberapa diantara mereka mencoba menjawab, dari semua istilah yang mereka sebutkan, saya tidak melihat ada istilahnya cocok.
Lalu terbesit dalam pikiran, gampangnya, saya kasih non aja di depan kata toksin, saya tuliskan nontoksin. Lantas mereka tertawa lebar. Ada kalanya memang perlu cara simpel untuk menjelaskan sesuatu, tanpa harus berbelit-belit pikiran tidak keruan.
Sekarang kita membahas madu tidak manis. Kisahnya begini.
Setahun sekali saya wajib memperpanjang visa pelajar di Thailand. Ada beberapa orang monastik ikut bersama saya, karena mereka juga mendapatkan jadwal memperpanjang visa pada waktu bersamaan.
Kami harus menempuh perjalanan sekitar 2 jam menuju Kota Administratif Propinsi Khorat (Nakhon Ratchasima). Kami tiba di kantor imigrasi dan mengurus semua keperluan dokumen. Monastik Plum Village Thailand termasuk yang sering ke kantor imigrasi ini, jadi semua proses lancar. Bahkan ada beberapa staf di sana juga sudah lumrah melihat bald and brown.
Urusan visa selesai dengan cepat, jadi kami mampir ke mall terdekat untuk makan siang. Kami tiba pukul 10an pagi. Masih banyak toko yang belum buka. Saya bersama dua brother dari Vietnam berjalan sekadar menikmati berjalan. Berjalan tanpa arah maksudnya, tapi bisa menikmatinya dengan santai.
Tiba-tiba satu brother bilang, yuk kita ngopi. Saya iyakan saja. Kita terus berjalan, secara random masuk ke sebuah cafe. Ternyata, kami adalah customer pertama pagi itu, terlihat cafe itu kosong melompong.
Masing-masing kami mengorder kopi. Begitu juga saya mengorder capuccino. Tidak berapa lama kemudian, datanglah tiga cangkir kopi, ada biskuit dan wadah kecil berisi madu. Saya tidak ragu-ragu langsung menuangkan madunya. Melihat aliran madunya, kok cair sekali. Saya menuangkan lebih banyak.
Saya menyeruput kopi itu, ternyata pahit! Perasaan saya sudah menuangkan madu cukup banyak, kok pahitnya masih bikin kernyit alis? Jadi, saya tuangkan lagi madunya sampai habis, bis, bis, bis! Ternyata oh ternyata kopinya masih saja pahit! Perlu tahu saja, kopi kan emang pahit, kalau manis yah itu namanya kopi manis.
Saya tanya kepada dua brother itu, apa boleh saya meminta madunya? Mereka bilang “Silakan, kami suka kopi pahit, jadi tidak perlu madu“. Saya bilang, “Ini aneh, saya sudah menuangkan semua madunya ke dalam kopi, kok kopi saya masih saja pahit.” Maklum saya ini masih amatiran dalam dunia kopi, artinya masih belajar minum kopi, jadi tidak berani terlalu pahit.
Mereka bilang, “Ambil saja madu kami“. Saya sedikit curiga, biar pasti, saya teguk langsung satu wadah kecil yang berisi madu itu. Apa yang terjadi? Saya langsung bilang, “Walah, ini bukan madu, tapi teh tawar!” Dua brother itu langsung ketawa ngakak melihat wajah saya yang seolah-olah kena prank! Bukan di prank orang lain, tapi kena prank mata sendiri.
Saya menjadi sadar, mata tidak bisa membedakan apa itu madu atau bukan, tapi lidahlah yang bisa membedakannya. Hari yang menyegarkan karena bisa ketawa lepas karena kena prank mata sendiri. Ada kalanya perlu menertawakan diri sendiri agar hidup lebih plong!
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.
seperti gula dan garam, Bhante. terlihat mirip jika di lihat sekilas tapi hanya lidah yang tau bedanya hahaha
Selamat telah menyelesaikan studinya, Bhante. Semoga ilmu yg di dapat dpt membantu perkembangan dharma 🙏🥳