Jumlah pasir di pantai bagaikan kelahiran kembali ke alam rendah, dan satu kantong kecil pasir bagaikan kelahiran ke alam lebih baik, saat ini juga, kita sedang menikmati kebebasan dan keberuntungan, kita perlu mengetahui dan menyadari keadaan sekarang ini, walaupun kita tidak bisa mencapai pembebasan dalam satu kehidupan ini, tapi ada baiknya kita memastikan diri untuk tidak terlahir ke alam rendah, inilah nasihat Aryadeva, oke!
Semua orang bisa melaksanakan dan mencapai apa yang dinasihatkan oleh Aryadeva, tidak hanya mereka yang ber-‘label’ buddhis, jangan melekat pada label, jangan melekat pada badan jasmani ini, karena kita masih berada dalam samsara, dan kita masih dalam masalah berat. Jika kita ingin terlahir ke alam baik, sudah pasti kita perlu berlatih spiritual, kita harus merasa takut akan kebodohan yang dialami oleh binatang, mereka dipekerjakan, tidak memiliki kemampuan untuk mengerti dharma; kita harus takut dengan panas, dingin, dan siksaan neraka; dan kita juga harus takut dengan kelahiran kembali ke alam-alam dewa dan brahma yang menghabiskan semua kebajikan kita, dan ujung-ujungnya kita harus terlempar kembali ke alam rendah.
Kematangan perbuatan buruk dalam dunia ini
hanya tertampak jelas sebagai sesuatu yang sangat membahayakan makhluk hidup,
Mereka yang bijaksana melihat kejadian seperti ini bagaikan sebuah rumah jagal.
(400 Stanza, 157; Aryadeva)
Manusia di dunia telah mengakumulasi terlalu banyak perbuatan buruk yang membawa ancaman berat bagi dirinya sendiri, dan satu pihak lagi adalah ancaman kepastian akan kematian, dan akhirnya kita akan terlempar ke alam rendah, menerima akibat buruk perbuatan kita sendiri; namun kita juga mengakumulasi perbuatan baik, dan tentu saja kita bisa terlahir ke alam baik, namun walaupun terlahir ke alam baik, kita tetap saja bisa mengalami akibat buruk, seperti terlahir dengan berbagai kekurangan, makanan, tempat tinggal, dan sebagainya. Hal-hal seperti ini sudah lumrah di mata kita, ini adalah hasil pengumpulan dari kehidupan-kehidupan sebelumnya, bukan hanya satu kehidupan sebelumnya, apakah dunia seperti ini mirip dengan rumah jagal? Mereka telah mengantri di jalur kematian menunggu dieksekusi, mereka berada di bawah bayang-bayang golok sang Dewa Yama (sang penjagal), ia tidak mengirimkan pembawa kabar untuk memberikan kabar kepada kita, juga tidak menyuruh orang lain untuk melakukan tugas ini, tetapi ia melakukannya sendiri. Lantas bagaimana dengan kita? Kita tidak ingin melihat dunia ini bagaikan rumah jagal, kita menutup mata rapat-rapat, namun para makhluk agung dan bodhisatwa melihat dunia ini bagaikan rumah jagal, bagaimana menurut pendapat anda?
Kita sedang berada dalam rumah jagal, tidak ada pilihan lain lagi kecuali mati, namun tidak tahu kapan giliran kita dieksekusi, kita sudah berada di dalam krematorium, siap di bakar. Aryadeva membentak, “Lakukan sesuatu sekarang juga! Anda benar-benar gila kalau masih melekat pada samsara!”
Bagaimana mungkin para makhluk agung dan bodhisatwa melihat dunia ini seperti rumah jagal, namun kita tidak mampu?
Jika batin tidak stabil, maka orang tersebut dikatakan ‘gila’,
bagaimana mungkin para bijaksana akan mengatakan bahwa
mereka yang berada dalam samsara tidak ‘gila’?
(400 Stanza, 158; Aryadeva)
‘Gila’ karena mental dan batin tidak stabil, kondisi kita sekarang ini bagaikan gajah mabuk dalam lumpur, sungguh mengenaskan! Kondisi fisik tidak stabil, ada zat kimia yang membuat tidak stabil, kita bisa jadi lebih ‘gila’ lagi, kondisi kita saat ini bahkan lebih mengenaskan daripada gajah itu, kalau memang kondisi kita lebih parah daripada itu, lantas mengapa tidak bisa disebut ‘gila’?
Kita bertindak seperti orang kesetanan, kita berkata kasar, melakukan perbuatan buruk, membenci, memfitnah, semua ini membuat batin dan mental tidak stabil, bukankah kita menyodorkan diri semakin dekat dengan penjagalan? Perlukah kita melakukan sesuatu untuk keluar dari rumah jagal itu? Atau Aryadeva terlalu bombastik? Tentu saja Aryadeva tidak menuduh kita adalah orang jahat atau buruk, namun tindakan kita-lah yang buruk, cara berpikir kita-lah yang buruk, kemelekatan membuat kita ‘gila’, jika kita bisa mengikis habis kekotoran batin kita, kemudian membangkitkan bodhicitta, maka sifat sejati Buddha akan muncul.
Disebutkan bahwa kelahiran buruk itu menderita, kemudian kelahiran baik juga menderita, lalu harus bagaimana dong? Aryadeva bilang, “Berhenti-lah bertindak! Berhenti-lah melakukan perbuatan buruk!”
Perbuatan buruk yang melempar dan merantai kita ke dalam samsara, kita terlempar secara membabi-buta oleh kekotoran batin ke dalam samsara, tentu saja di mana dan kapanpun, selalu saja menderita. Teror memang lebih mudah daripada praktik, lantas apakah kita mampu melakukannya?
Jika tindakan kita melandaskan bodhicitta, menyertakan pemahaman atas eksistensi sejati semua fenomena, realitas dari fenomena, dengan demikian perbuatan dan tindakan kita dalam samsara bisa dikendalikan, terbebas dari kekotoran batin. Tentu saja kita juga bisa melakukan berbagai kebajikan tanpa melandaskan bodhicitta, namun hasilnya akan habis suatu hari nanti, jika kita melakukan berbagai kebajikan dengan kekuatan bodhicitta dan mendedikasikan untuk pencapaian pencerahan sempurna, demi menolong semua makhluk, perbuatan ini memiliki bobot yang sangat tak terbatas dan membawa kita ke arah yang sangat menakjubkan, ini bagus untuk direnungkan, dan ini adalah meditasi.
Meditasi bernafas untuk menenangkan batin, membuat kita lebih santai, kemudian coba bangkitkan suatu niat baik dan bodhicitta, semangat untuk mencapai pencerahan sempurna demi menolong semua makhluk, meditasi tidak hanya duduk bersila, diam, lalu tutup mata.
Banyak metode untuk melakukan meditasi. Meditasi bagaikan membersihkan sebuah kain kotor, pertama-tama kita harus membersihkan kain itu dari debu, di cuci perlahan-lahan, menggunakan peralatan, setelah itu kita bisa mencelupkannya dengan warna-warna tertentu. Kita mempersiapkan batin kita dengan niat baik, tenangkan batin, kemudian batin yang tenang dan niat yang baik akan membuat tindakanmu berwarna-warni.
Pertama-tama kita harus ber-urusan dulu dengan kekotoran batin kita yang sangat mendominasi, kita harus mengurus kemelekatan dengan merenungkan sisi buruk kemelekatan, mengatasi kemarahan dengan merenungkan kesabaran dan welas asih, jika batin dan pikiran sibuk; kita konsentrasi pada pernafasan, ingatlah bahwa batin adalah yang paling penting dan memberikan efek besar dalam tindakan kita, mental dan batin terkendali dengan baik, suatu tindakan sederhana seperti berjalan, duduk, bahkan tidur juga bisa menjadi suatu kebajikan.
Untuk mengetahui apakah batin dan mental kita bajik atau tidak, lihatlah batin dan pikiran kita sekarang juga.
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.