Saya berangkat ke Paris tanggal 30 Nov pagi pukul 1:20 dini hari, penerbangan Air India yang dioperasikan oleh Air France, temperatur di India sudah cukup dingin, di New Delhi sekitar 15 derajat celcius, sedangkan perancis sekitar -3 sampai 8 derajat celcius.
Setelah terbang selama 8,5 jam, akhirnya tiba di Charles de Gaul, bandara udara Perancis dan suhu di luar 2 derajat celcius, bandara perancis cukup mewah, walaupun ini adalah ketiga kali kaki saya menginjak di bandara udara perancis. Turun dari pesawat sudah terasa sengatan dingin luar, saya ikut petunjuk menuju klaim bagasi, setelah itu pergi ke loket tukar uang sambil beli kartu telepon.
Sebelum ke Perancis, tentu saja saya sudah cek di internet beberapa informasi kereta, dari bandara udara harus naik kereta cepat TGV ke Bordeaux, kemudian melanjutkan ke Libourne, dan terakhir menuju Saint Foy La Grande. Semua petujunuk sangat jelas, saya beli tiket 75 euro.
Setelah dapat tiket saya turun ke landasan kereta, menunggu 20 menit, kemudian kereta datang dan saya langsung lompat ke dalam kereta tanpa berpikir panjang, karena udara di luar betul-betul sangat dingin, pipi dan tangan serasa seperti es.
Duduk di dalam kereta sangat nyaman karena ada penghangat, jadi bisa santai duduk, dan menikmati pemandangan indah, ada sebagian tempat yang sudah bersalju, dalam hati berpikir, apakah sanggup melewati 3 bulan dalam cuaca sedemikian dingin, tapi toh banyak orang yang hidup seperti biasa di sini, mungkin saya perlu beberapa waktu untuk adaptasi diri, perjalanan dari bandara udara ke Bordeaux sekitar 4,5 jam, saya juga sudah kontak dengan Sis Chan Khong dan Biksuni Xian Lin. Sis Chan Khong sudah atur jemputan, jadi saya akan dijemput di Libourne.
Tiba di Bordeaux, turun dari kereta dan ikut orang yang berjalan ke jalan bawah tanah dan menyeberang ke loket informasi, tampak ada papan di atas bertuliskan “information” dan di sebelahnya ada “ruang tunggu”, saya bertanya ke meja informasi, kereta ke Libourne akan tiba 1,5 jam lagi, karena di luar dingin dan angin berhembus kencang, saya menunggu di “ruang tunggu”, terbayang kalau harus menunggu di luar, kayaknya saya bakal mengigil dan menjadi es balok.
Daripada tidak ada kerjaan, saya ambil buku saku di dalam tas laptop, buku kecil yang tidak pernah bosan-bosan saya baca, judulnya “Two Treasures, Buddhist Teaching on Happiness and True Happiness”, buku Thay yang sangat memberikan inspirasi. Waktu berlalu cepat dan saya juga sudah sampai di halaman terkahir buku itu.
Kereta sudah hampir tiba, masih sekitar 30 menit, jadi saya pergi keluar, angin berhembus kencang, badan mengigil terus, untuk mengusir dingin badan saya jalan ke sana ke mari, ketika kereta tiba, saya gotong bagasi dan masuk ke dalam, kereta itu menuju Sarlat, tapi saya harus turun di Libourne, ada rasa ngantuk tapi tidak berani tidur, sekitar 30 menit kemudian tiba di Libourne dan langsung turun dan keluar dari stasiun.
Untung sudah beli kartu telepon GSM, jadi bisa SMS biksuni Xian Lin, biksuni sudah tiba duluan sejak 2 minggu lalu di Plum Village. Tiba di Libourne, saya keluar dan ada mobil putih barusan masuk parkir di depan gedung stasiun, seorang biksu berjubah coklat tua dan dia langsung anjali dan memberi hormat dari jauh, saya lihat biksuni Xian Lin juga turun dari mobil bersama satu lagi teman dari Lower Hamlet, saya langsung di sapa dan masuk mobil, kita ngobrol dan saling memperkenalkan diri, biksuni tahu saya belum makan, dia membungkus nasi dan sayur, jadi saya makan di dalam mobil sambil mengigil.
Brother Phap Khi namanya, dia menyetir mobil menuju Lower Hamlet tempat tinggal para monastik wanita dan sangha wanita, kita tiba di Lower Hamlet setelah 1 jam perjalanan, setelah say “bye”, saya bersama Br. Phap Khi menuju Upper Hamlet yang merupakan tempat tinggal para biksu dan sangha pria.
Tiba di sana, saya di tempatkan di gedung kecil, namanya “Dharma Breeze”, gubuk Thay hanya berjarak sekitar 3 meter, Dharma Breeze merupakan gedung kecil bertingkat dua tempat tinggal asisten Thay, ada dua orang namanya Duc Trang dan Phap Chieu. Sayangnya Thay tidak selalu tinggal di gubuk itu, thay tinggal di gubuk itu hanya pada hari rabu, jumat, dan sabtu.
Retret musim dingin di Plum Village merupakan vassa monastik, namun sangha umat juga boleh ikut, program mingguan sudah ditetapkan, senin merupakan hari malas “lazy day”, selasa seluruh sangha monastik berkumpul di hermitage mendengar ceramah dan beraktivitas bersama, kemudian sangha umat berkumpul di salah satu hamlet untuk mengadakan kegiatan. Hari Rabu merupakan hari melafalkan 5 dan 14 latihan perhatian murni bersama, hari kamis merupakan mindfulness day di salah satu hamlet secara bergantian, hari jumat dan sabtu belajar tentang dasar praktik di Plum Village, dan minggu merupakan mindfulness lagi di salah satu hamlet.
Hari senin adalah lazy day, Thay nginap di rumah yang bernama “Hermitage” sekitar 45 menit dari Upper Hamlet. Setiap hari selasa adalah “monastic day” hari paling asyik karena seluruh monastik berkumpul di hermitage dan Thay memberi ceramah khusus untuk monastik, meditasi jalan, makan, kemudian olah raga, ada yang main volley, batminton, sejenis sepak bola, tapi bolanya terbuat dari bulu ayam, ada yang pergi jalan-jalan dan ke gereja, ada yang duduk berkelompok dan berbincang-bincang.
Setiap hari kamis dan minggu adalah “mindfulness day”, seluruh monastik dan sangha non monastik berkumpul di salah satu hamlet untuk mendengarkan ceramah thay, meditasi duduk, jalan, makan bersama, diskusi dharma, dan kemudian pulang ke masing-masing hamlet. Tempat pengadaan mindfulnes day secara bergiliran yaitu di Upper Hamlet, Lower Hamlet, dan New Hamlet.
Duc Tang orang Vietnam namun kewarganegaraan Canada, gurunya Duc Tang adalah murid Thay, jadi dia adalah cucu murid Thay. Orangnya suka ketawa dan aktif, baru berumur 21 tahun, tapi sudah ditahbiskan menjadi biksu, ternyata banyak biksu muda di Plum Village, saya termasuk cukup tua, yang seusia saya rata-rata sudah menjalani kehidupan biksu sekitar 6 s.d. 8 tahun.
Kepala Wihara Upper Hamlet Br. Phap Don berumur 36 tahun, dan wakil kepala wihara Br. Phap Huu berumur 21 tahun. Walaupun muda, mereka sudah sangat berpengalaman. Banyak orang Vietnam yang tinggal di Amerika maupun Canada yang menjadi murid Thay.
Br. Phap Tuyen orangnya pendiam dan suka senyum kecil, bahasa inggrisnya lancar dan cepat, tapi masih bisa dimengerti, dia bersama Br. Deuc Trang melayani Thay ketika beliau tinggal di gubuk Upper Hamlet, nama gubuknya “Stil Sitting Hut”.
Saya tiba pada minggu sore, dan senin adalah lazy day, jadi saya santai saja seharian sambil istirahat, melihat-lihat gedung, ruang makan, aula meditasi, toilet, pohon tempat berkumpul untuk meditasi, bamboo hall, transformation hall, dan lain-lain.
Ada seorang bhante dari Thailand, namanya Bhante Pittaya, orangnya kurus jangkung dan selalu bilang “I’m a lazy monk”, besok pagi, saya bersama Phap Chieu pergi ke kuti biksu, tapi tiba-tiba kita melihat Duc Thang keluar dari gubuk Thay bawa nampan yang isinya makanan, kita pun tidak jadi pergi ke kuti, justru balik lagi ke dharma breeze dan nongkrong di kamar makan bersama, Thay sedang di Hermitage, dan sisa makanan Thay yang tidak habis tadi malam di masak lagi oleh Duc Thang, tidak tahu makan apa itu, seperti ada tahu remes dua mangkok, satu lagi campuran apa gitu, rasanya aneh tapi enak, mereka suka mencampurkan kecap soya ke dalam makanan.
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.