Zaman dahulu, waktu saya masih kecil, ketika hujan, kakak dan nenek suka mengeluarkan baskom, ember, atau sejenisnya, bukan karena genteng bocor, tapi untuk menampung air hujan. Air hujan sangat bermanfaat untuk keperluan mandi, mencuci dan sebagainya.
Saya malah kesempatan di kesempitan. Mumpung mereka sibuk menadah air hujan, saya lari keluar main hujan. Seru! Apalagi sudah lama tidak hujan. Saya hampir tidak pernah sakit karena main hujan.
Bicara menampung air. Coba bayangkan gentong besar. Gentong air biasanya terbuat dari tanah liat berbentuk seperti tempayan. Lalu bayangkan di bagian bawahnya ada 4 keran. Jika keran tertutup rapat, maka airnya aman.
Buddha menyebutkan 4 keran ini dalam nasihatnya kepada Dīghajāṇu Vyagghapajja*. Seorang umat perumah tangga dari Koliya. Sebagai perumah tangga, ia menikmati kepuasan panca indra, lalu hal apa yang bisa dilakukan untuk mencapai kebahagiaan.
Jika keran ini dibuka maka air dalam gentong itu akan terkuras habis. Jadi tutuplah 4 keran ini rapat-rapat, jangan sampai kebocoran. Apa saja 4 keran itu? 4P: Perselingkuhan, Permabukkan, Perjudian, Pertemanan Buruk.
Perselingkuhan
Mengapa Perselingkuhan di urutan pertama? Karena paling cepat menguras kekayaan perumah tangga. Demikian juga panatipata (pembunuhan) dalam pancasila buddhis juga menempati urutan pertama, karena akibatnya paling berat dibandingkan dengan yang lainnya.
Jika dicermati, istilahnya adalah itthidhutto yang berarti wanita/istri (itthi) jalang, kalau bahasa sanskerta stri. Kenapa wanita? Karena nasihatnya untuk Dīghajāṇu yang kebetulan pria. Jika nasihat untuk wanita, mungkin menjadi pria jalang. Maka itu saya merasa istilah perselingkungan lebih tepat. Perselingkuhan memiliki kaitan erat dengan Kāmesumicchācāra yang berada di urutan ketiga dalam pancasila buddhis.
Perselingkuhan dalam konteks menguras kekayaan keluarga, tampaknya benar sekali. Demi melanggengkan hubungan “gelap” itu, apa pun akan diberikannya, dari kekayaan, rumah, kendaraan, makanan enak dan sebagainya. Mengapa demikian? Karena takut hubungan ini berakhir, juga takut hubungan ini terekspos. Jadi dia tersandera.
Zaman serba teknologi ini, perselingkungan menjadi sangat mudah. Teknologi sangat membantu sekaligus membahayakan. Melindungi hati dan pikiran dengan kekuatan kesadaran, ini lebih tepat daripada menuding teknologi sebagai biang keladinya.
Fenomena yang menarik di seluruh pelosok dunia adalah kalangan artis. Menarik melihat drama kehidupan mereka, tentu saja tidak semua artis demikian. Tak hanya sampai di situ, demi rating tinggi, stasiun TV juga ikut membesar-besarkannya, sekali lagi, tidak semua stasiun TV kok. Program seperti itu yang digemari masyarakat umum. Celakanya, secara tidak langsung menjadi pendidikan perselingkuhan kepada pemirsanya.
Program TV yang ditonton dengan tidak berkesadaran, maka materi tontonan itu akan menyirami benih perselingkuhan. Jika seseorang berkesadaran, barangkali dia punya pilihan untuk berhenti menonton. Bukan karena tidak suka, tapi kesadaran bahwa efek buruk penderitaan yang akan muncul nanti.
Permabukkan
Keran kedua yang harus ditutup adalah Permabukkan. Pancasila buddhis tradisional di urutan kelima (Surāmerayamajjapamādaṭṭhānā). Bhante Thich Nhat Hanh memperluas interpretasi sila kelima ini sampai mencakup bahan tontonan, bacaan, musik dan percakapan yang didengar, video games, foto yang dilihat mata, dan sebagainya.
Ada banyak alasan orang memilih untuk tenggelam dalam permabukkan. Beberapa alasannya seperti pertemanan. Dia berteman dengan sahabat yang nge-bir terus, jadi dia juga ikut-ikutan. Alasan lain karena penderitaan. Cara dia menutupi penderitaan adalah melupakannya lewat alkohol. Dia pikir dengan teler mabuk akan mengurangi penderitaanya. Buktinya? Malah bikin masalah tambah banyak.
Hal yang memberatkan adalah kecanduan. Jika sudah kecanduan, manusia kehilangan kejernihannya. Badannya memberikan sinyal untuk minum lebih banyak lagi. Jika duit berkurang bagaimana? Minta, paksa, dan dia tidak segan-segan untuk berbohong (Musāvādā) sila keempat, jika perlu dia juga akan mencuri (Adinnādānā) yaitu pancasila buddhis kedua. Dia juga bahkan berani membunuh (Pāṇātipātā), dan perbuatan asusila yang merupakan sila ketiga.
Permabukkan tidak hanya menguras kekayaan keluarga, tapi juga menjadi benih-benih untuk terjadinya serentetan perbuatan buruk. Jika sudah berbuat buruk, maka Anda tidak bisa menghindari kejaran dari polisi. Ini adalah karma paling cepat terjadi. Masih ada akibat buruk di masa depan atau kehidupan yang akan datang. Jadi masih mau mabuk-mabukkan?
Bicara kecanduan, zaman sekarang variasinya banyak. Bisa kecanduan internet, kecanduan media sosial, kecanduan gawai, kencaduan game online, kecanduan drama korea, kecanduan chat, kecanduan youtube dan masih banyak jenis lainnya.
Perjudian
“Jika Anda tidak berjudi, maka Anda selalu menang”. Dalam perjudian tentu ada menang juga kalah. Jika seseorang menang judi, maka dia akan betah di kasino. Terdorong oleh keserakahan dan menganggap keberuntungan selalu memihaknya. Jadi dia lanjut saja terus berjudi. Jika uangnya belum habis, dia tidak akan keluar.
Jadi benar toh, keberuntungan itu ada titik kulminasinya. Jika sudah sampai puncak, maka keberuntungan akan berputar arah. Toh semuanya juga tidak kekal. Dalam pikirannya menganggap keberuntungan akan selalu datar tidak berubah. Sampai sakunya bolong barulah dia pulang.
Sensasi menang judi sesaat membuat otaknya memproduksi suatu kesenangan. Dia ingin merasakan sensasi itu lagi. Jadi tak heran dia akan membawa duit lebih banyak lagi, lalu duit dari mana? Tabungan, pinjaman, mencuri, menipu, dan sebagainya. Ini juga ada faktor kecanduan. Polanya serupa, ada waktunya dia menang, dan setelah duitnya ludes baru menyesal.
Masih ada akal lain. Motor, mobil, rumah, apa pun yang bisa digadaikan, itulah caranya. Kadang anak, suami atau istri pun menjadi korban! Betapa bahayanya perjudian. Ketahuilah judi besar terjadi mulai dari judi kecil. Dewasa suka judi juga karena dari kecil sudah berjudi. Lalu anak kecil berjudi dari mana idenya? Bisa dari orang tua, bisa dari lingkungan, bahan tontonan televisi, dan sebagainya.
Pertemanan Buruk
Apakah ini disebut diskriminasi? Saya pikir ada benarnya separoh. Pertemanan buruk perlu dihindari, bukan berarti kita membenci mereka toh. Sifat alami keburukan adalah mudah sekali menular. Jika satu bakul buah, ada 1 buah yang busuk, maka kebusukan itu akan dengan cepat menyebar ke buah yang lain.
Sementara, menyebarkan kebaikan butuh upaya besar. Daripada Anda terseret oleh teman-teman buruk, lebih baik Anda menjaga jarak, kurangi komunikasi, bahkan tidak berteman dengan mereka juga tidak apa-apa.
Lalu, yang paling menantang adalah ketika Anda harus bertemu dia setiap hari, lantas, bagaimana? Ini namanya pilihan. Kalau itu teman kerja, mungkin Anda boleh siap-siap cari tempat kerja yang baru. Tapi, ada lagi yang berkilah, loh kemanapun selalu ada orang yang “seperti itu” kok, mana bisa hindari? Yah, memang benar, tapi lihatlah, ukurlah derajat buruk separah apa.
Jika Anda terlalu memilih-milih, Anda juga berujung sendirian dan tidak punya teman nanti. Ketahuilah tidak ada manusia yang sempurna. Kecuali Anda adalah seorang perfeksionis, sehingga hanya bisa berteman dengan mereka yang perfeksionis juga. Alih-alih sesama perfeksionis juga saling bertengkar kok. Sebetulnya, Di situ ada pertemanan, di situ ada perselisihan besar maupun kecil.
Toh pertemanan berujung pada pertengkaran, lantas tidak mau berteman? Itu namanya Anda tidak bijak. Seni bersahabat itu banyak tips dan triksnya, jadi pelajari baik-baik sehingga pertemanan bisa semakin tulus dan bisa saling mengerti, bukan saling memaksa untuk berubah.
Tidak ada musuh selamanya (No Forever Enemy), juga tiada teman selamanya (No forever friend), sebab dunia ini tidak ada yang kekal. Pilihlah teman yang memiliki kemiripan dalam menyakini atas suatu kebenaran (bukan keyankinan tanpa dasar); teman yang hidup sesuai dengan etika, prinsip umum seperti pancasila buddhis bisa menjadi tolak ukur; teman yang memiliki sifat kedermawanan, siap mengulurkan tangan, tidak pelit dalam berbagi; dan teman yang memiliki kebijaksanaan atau mereka yang berupaya menuju kebijaksanaan, pemahaman universal yang bisa diselami untuk menuju berakhirnya duka.
Tutuplah 4 Keran itu
Air yang berasal dari sumber mata air gunung adalah air berkah. Gentong air menadah air hujan juga merupakan air berkah. Hargailah air sebagaimana Anda menghargai harta kekayaan yang diperoleh dengan jerih payah dan kejujuran.
Janganlah biarkan kekayaan Anda terkuras habis. Jika salah satu keran itu terbuka, air akan habis perlahan-lahan, apalagi kalau 4 keran itu terbuka semuanya. Keluarga bisa berantakan. Jika Anda memilih pasangan, perhatikanlah 4 keran itu (4P). Keran-keran itu bisa menjadi elemen penentu keputusan Anda. Terakhir, keputusan ada di tangan Anda.
*Ditulis ulang berdasarkan Sutta Dīghajāṇu, Aṅguttara Nikāya 8:54
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.
Namo Buddhaya Bhante,
Saya mau tanya, mengapa ketika sedang meditasi duduk, kita tidak menggunakan musik? Apakah supaya tidak ada ketergantungan atau kecanduan pada musik?
Dalam hal berjudi, apakah ada hal yg lebih luas lagi, misalnya, forex, apakah itu juga termasuk judi?
Saya berasal dari keluarga non buddhis, tapi saya tertarik belajar meditasi dan buddhisme. Bagaimana caranya mengenalkan dan mengajak keluarga untuk bermeditasi, sementara saya sendiri masih pemula.
Lalu, adakah metode atau latihan yang bisa dilakukan untuk menghilangkan kesombongan dalam hati?
Terima kasih 🙏
Namo Buddhaya karolin,
Benar, untuk tahap awal memang jarang menggunakan musik, karena disarankan fokus pada hidung (yaitu objek napas). Tanpa harus persiapan apa pun, napas terus berjalan, dan merupakan objek yang memudahkan. Sedangkan musik harus berasal dari eksternal, siapkan mp3, radio, atau alat-alat lainnya. Tapi kalau mau pakai musik juga boleh, tapi perlu ada guru yang sudah mahir, dan aspek2 pendengaran dan kosentrasi pada suara.
Forex dan saham sebetulnya bisa judi bisa bukan. Karena bersifat investasi. Tapi ada orang yang menggunakan teknik “short” yaitu sistem “gambling”, maka menjadi judi yg lebih nyata. Pendapat saya, jika forex dan saham dilakukan dengan baik lewat analisa dan sebagainya, itu lebih tidak bersifat spekulatif. Judi kan lebih pada semangat spekulatif dan mengandalkan keberuntungan.
Sebaiknya Anda cara kelompok meditasi, mulai dari sana. Jgn buru2 mengenalkan kepada keluarga. Temukan manfaatnya terlbih dahulu. Jika ada perubahan dalam dirimu, dan keluarga melihat perubahan itu, ada kemungkinan mereka akan bertanya, dan itulah saatnya bagus berbagi kepada mereka. Jika mereka tertarik maka boleh coba, jika mereka tidak begitu tertarik, hendaknya jangan memaksa.
Setiap orang punya kesombongan, hal itu muncul dari membanding-bandingkan, dan kesimpulannya adalah “aku” yang terbaik, terhebat. Lewat meditasi penyadaran bisa tersadarkan bahwa itu bukanlah kesimpulan yang tepat, sehingga kesombongan bisa berkurang. Namun kesombongan itu akan terus mengintai dan datang berulang kali, jadi kita menerapkan hal serupa.
Sering2 berlatih mindfulness, maka kekuatan penyaadaran badan jasmani, perasaan, pikiran, juga akan semakin jelas, dengan demikian Anda bisa melakukan sesuatu untuk mengatasinya.
Semoga bermanfaat.
Saya ikut komunitas meditasi, tapi jarang datang karena jauh. Saya baru bisa datang kalau pas cuti. Jadi saya lebih sering latihan sendiri di rumah, dan baru sekali ikut retreat.
Sewaktu meditasi, kenapa saya sering tidak bisa merasakan napas di ujung hidung, Bhante? Apa boleh merasakan napas lewat gerakan dada yang naik turun?
Bhante, kenapa ada orang yang biarpun mengakui kalau meditasi itu bermanfaat, atau mengakui dharma bagus, tapi tidak mau melakukan?
Napas ada kok. Kesadaran melemah, makanya napas serasa menghilang.
Ketika manusia menjadi tenang, maka napas juga halus kok.
Jika sadar bahwa napas hilang, Anda boleh tarik napas panjang dan hembuskan, sehingga memunculkan sensasi di hidung atau bisa merasakan napas. Kemudian kembali napas normal lagi.
Alternatif boleh memperhatikan kembang-kempis dada atau perut.
Tapi napas yg krusial, karena napas selalu terjadi 24 jam. Jadi coba saja. Jika sudah terbiasa, nanti walaupun napas halus juga masih bisa merasakannya.
Manusia menerima manfaat Dharma hanya lewat logika. Dalam dirinya ada dorongan lain yang lebih kuat daripada logika, yaitu malas. Jadi tak heran kalau dia terus berfilsafat terus, tapi tidak sanggup melakukannya. Karena dia sering di KO kan oleh kemalasan.
Latihan bersama teman-teman bisa mengatasi kemalasan. Mencari cara untuk mengingatkan diri lewat reminder, kaligrafi, atau hal-hal kreatif sehingga bisa membangun kebiasaan baru yaitu meditasi.
Jika sudah lama membangun kebiasaan malas, jadi itulah kebiasaan, dan apalagi berkenaan dengan meditasi, yang dia anggap boring. Padahal itu pelatihan yg sangat bagus. Boring terjadi karena pikirannya tidak ada di saat ini. Dia sedang membayangkan masa2 yg enak di masa lalu, atau berfantasi akan masa depan yang spektakuler.
Semoga bermanfaat,