Tentu saja ada. Buddha bukan hanya monopoli umat Buddha saja. Itulah uniknya Agama Buddha. Simak saja beberapa pandangan saya tentang Buddha, agar kita bisa berada di halaman yang sama tentang apa itu Buddha.
Pertanyaan itu dilontarkan oleh seorang anak SMA Sekolah Tri Ratna. Saya selalu terkesima dengan pertanyaan mereka. Dulu pernah ada yang bertanya tentang keinginannya menganut 2 agama, silakan baca artikel ini “Bolehkah Aku Menganut 2 Agama?”.
Buddha Historis
Umat Buddha mengakui Siddharta Gotama sebagai guru pada periode ini. Manusia biasa yang luar biasa. Ia berhasil mengembangkan potensi dirinya hingga tak terbatas. Memang benar beliau lahir di India (bukan Nepal). Setahu saya Nepal belum ada pada tahun 600an SM.
Mengapa Buddha lahir di India? Mengapa tidak di Afrika, Timur Tengah, Eropa, Amerika, atau Indonesia? India memang tempat yang cocok, kondisi-kondisi di sana pas dan matang untuk seorang calon Buddha terlahir di sana.
Jika di negara selain India memiliki kondisi yang cocok, tentu saja seorang calon Buddha bisa saja terlahir ke sana. Semua negara memiliki kesempatan sama. Umat Buddha yakin bahwa kehadiran seorang calon Buddha memberikan berkah besar. Pencapaian kesempurnaan beliau yang menjadi ambroisia menuju emansipasi.
Keluarga yang telah mengumpulkan kebajikan secukupnya di masa lalu, apakah itu dari segi ekonomi, keharmonisan, dan kondisi eksternal seperti kemewahan serta kemelaratan yang kontras secara ekstrem pada saat bersamaan, menjadi lahan subur untuk kehadiran Buddha.
Tentu masih ada faktor-faktor lain seperti proses kerja karma dan kelahiran kembali. Saya bisa melihat ada benang merah, mengapa India menjadi tempat paling sesuai, bahkan hingga sekarang juga demikian, Anda akan mengerti kalau berkunjung ke India.
Benih Buddha
Mahayana menganut paham bahwa semua manusia memiliki benih Buddha. Jadi semua manusia memiliki potensi untuk mencapai Buddha. Semua manusia memiliki kemampuan tercerahkan mencapai persis apa yang telah dicapai oleh Siddharta Gotama. Elemen pencerahan sudah ada di setiap manusia, yaitu kemampuan terjaga atau eling (mindfulness).
Eling merupakan energi kehadiran di saat ini dan di sini. Tidak terbebani oleh pikiran masa lalu, juga tidak terhanyut oleh pikiran masa depan. Masa kini menjadi masa menakjubkan untuk mengerti dunia pikiran manusia dan misteri alam semesta.
Eling dan waspada melahirkan energi konsentrasi, inilah kekuatan untuk melihat tembus semua fenomena yang nanti melahirkan pengertian mendalam alias prajna.
Buddha adalah seseorang yang mampu terus hadir di masa kini. Walaupun beliau menceritakan tentang masa lalu, ia tidak terbebani oleh pikiran masa lalu. Walaupun dia menceritakan tentang masa depan, ia tidak terhanyut oleh pikiran masa depan. Ia tetap berdiri kokoh di masa kini, terjaga, awas, dan tidak perlu upaya apa pun, spontanitas sejatinya. Inilah yang disebut kejernihan batin.
Eling Waspada
Kejernihan pikiran seperti ini yang dibutuhkan oleh setiap insan. Jika setiap insan bisa terjaga pada masa kini, tentu saja dia bisa meraih kesempurnaan Buddha. Kabar gembiranya adalah, Anda tidak perlu memeluk Agama Buddha untuk meraih kesempurnaan Buddha.
Siddharta Gotama sendiri tampaknya bukanlah beragama Buddha. Beberapa catatan sejarah menyebutkan beliau mempelajari berbagai spiritual India kuno, dan mungkin lebih cenderung menganut paham brahmanisme.
Kalau kualitas eling dan waspada tinggi, maka secara natural menghasilkan konsentrasi. Eling, waspada, dan konsentrasi melahirkan kearifan sempurna, itulah Buddha. Jika ada masyarakat di Mekkah yang melakukan hal demikan, maka mereka juga bisa meraih kesempurnaan Buddha. Jadi saya melihat banyak Buddha di Mekkah, apakah Anda juga melihatnya?
Konteks Kebuddhaan
Tentu saja dengan landasan bahwa semua manusia memiliki benih Buddha, semua manusia memiliki kemampuan untuk menuju ke arah sana. Jadi suku, agama, dan ras sudah tidak relevan lagi dalam konteks kebuddhaan.
Sekarang banyak teman-teman dari Eropa maupun Amerika juga memiliki pandangan demikian. Mereka tetap mempertahankan akarnya sebagai kristiani, namun mereka mempelajari prinsip-prinsip Agama Buddha. Mereka mempraktikkan meditasi, dan mereka merasa cocok. Tapi mereka tidak perlu mengonversi dirinya menjadi umat Buddha.
Mereka berbahagia berguru kepada Yesus Kristus sekaligus berguru kepada Buddha. Dunia ini tidak ada orang yang bisa melarang seseorang berguru kepada dua orang guru besar ini. Bahkan, jika ada petuah-petuah dari para bijaksana seperti Nabi Muhammad, Konfusius, bahkan Aristoteles sekalipun, tentu saja boleh dibawa ke dalam hati untuk diterapkan.
Buddha Indonesia
Konteks Indonesia memang beda. Kita diwajibkan untuk memilih satu Agama. Jadi sudah seharusnya kita mengikuti apa yang telah digariskan oleh Undang-undang atau ketentuan yang ada.
Jika masyarakat barat tidak ingin mengadopsi pandangan kita, dan kita juga enggan mengadopsi pandangan mereka, jadi biarlah kita melakukan apa yang wajib kita lakukan, dan biarlah mereka melakukan apa yang mereka anggap sesuai untuknya.
Jadi, bagi saya, ada Buddha di mana-mana. Karena saya tahu semua manusia adalah calon Buddha, karena semua insan memiliki potensi untuk menjadi bijaksana, menjadi sabar, menjadi damai, menjadi penuh pengertian, tidak ada pengecualian.
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.
Namo Buddhaya Bhante,
Kalau pikiran kita sering berada di masa depan, maka akan timbul kekhawatiran. Bagi yang belajar hidup berkesadaran, maka untuk kembali ke saat ini adalah dengan memperhatikan nafas. Maka kekhawatiran akan hilang (mohon koreksinya kalau salah, Bhante).
Tapi bagi pemeluk agama2 samawi, jika mereka merasa khawatir, maka saran mereka adalah berdoa kepada Tuhan. Maka kita akan merasa tenang.
Bagaimana pendapat Bhante?
Terima kasih 🙏
Saya melihat ada prinsip serupa. Agama Buddha ada pendarasan mantra, contoh Om Mani Padme Hum (Mantra awalokiteswara). Melalui pendarasan mantra ini, pikiran hadir di sini dan saat ini. Hati menjadi damai dan tenang.
Jika pikiran tidak ada di sini dan saat ini, maka pendarasannya tidak jauh beda dengan burung BEO.
Pendapat pribadi saya bahwa, ketika teman-teman dari Agama lain berdoa juga perlu hadir di sini dan saat ini, sehingga komunikasi dengan Tuhan bisa terjadi. Jika pikirannya mengembara memikirkan urusan ini dan itu, itu namanya tidak konsen berdoanya, dan komunikasi dengan Tuhan bisa putus, karena tidak khusyuk.