Menyentuh Ibunda Dalam Diriku


Hari ini, 30 Maret 2020. Saya membongkar berkas-berkas lama, ternyata saya menemukan naskah ini yang saya tulis pada penghujung tahun 2017, ternyata belum pernah saya terbitkan. Saya yakin, mungkin ada pertimbangan untuk tidak menerbitkannya pada waktu itu, tapi hari ini saya memutuskan untuk menerbitkannya. Selamat menikmati tulisan lama yang baru diterbitkan hari ini. Semoga terinspirasi, SVAHA!

Catatan dari penulis, Nyanabhadra

Sadar bahwa ibuku berada dalam setiap sel dalam tubuhku,
Aku mengundang ibuku untuk napas bersamaku,
Aku mengundang ibuku untuk duduk bersamaku,
punggungku juga merupakan punggung dari ibuku,
Aku duduk dan bernapas bersama-sama ibuku
Bernapas masuk aku merasa lega
Ibuku, apakah engkau juga merasa lega?
Bernapas masuk aku merasa bebas
Ibuku, apakah engkau juga merasa bebas?

Meditasi merupakan suatu perjalan panjang, tak ayal kalau meditasi perlu dilakukan setiap hari. Saat pertama mempraktikkan meditasi, saya hampir tidak pernah mendapatkan instruksi yang jelas.

Saya banyak berjibaku dengan berbagai teknik, tak ada satupun yang benar-benar saya mengerti, bahkan hanya sekedar melaksanakan saja. Banyak waktu saya selalu ingin menyerah, tapi entah dorongan apa yang selalu memberi kekuatan agar saya meneruskan pencarian ini.

Mereka yang diasuh oleh orang tua sejak lahir sangatlah beruntung. Buddha bersabda bahwa kedua orang tua adalah bak bodhisatwa hidup dalam keluarga. Jasa mereka tidak bisa dibayar dengan materi, uang, rumah, atau pun mobil.

Dalam Sutra Bakti tentang budi besar orang tua menyebutkan walaupun sang anak mendudukkan kedua orang tua di atas bahu dan berjalan seumur hidup untuk membalas budi baiknya, itu juga belum bisa terbayarkan.

Air susu ibu yang diminum oleh sang anak adalah transformasi dari darah sang ibu menjadi air susu. Sang anak seolah-oleh sedang meminum darah ibundanya. Para ibu yang setelah menyusi anaknya merasa lelah dan lemas, sebagai anak kita meminum perasaan ibu sekaligus, karena dalam setiap tetes air susu ibu mengandung berbagai perasaanya.

Demikian juga dalam kisah Sutra itu menyebutkan tulang dari ibu mudah keropos, kehitaman, dan ringan. Mengapa? Salah satu sebabnya adalah karena menyusuinya anaknya. Tak ada materi di dunia ini yang bisa membayar air susu ibu.

Saya kehilangan orang tua sejak berusia kecil. Belum pernah merasakan kasih saying ibu dan ayah, tentu saja juga hampir tidak pernah ingat bagaimana “murka” kedua orang tua. Saya hanya menyimpan kenangan indah orang tua. Sampai detik ini saya bahagia dengan kenangan indah itu, namun saya mengerti sepenuhnya bahwa ini suatu yang perlu saya pahami bahwa mereka juga memiliki sisi yang tidak begitu indah yang saya belum ketahui.

Meditasi memberi dampak luar biasa dalam perjalanan menemukan kembali orang tua. Ada orang tua fisik di luar sana, juga ada orang tua yang terpatri di dalam hati setiap anak, kadang orang tua di luar dan di dalam hati tidak selalu sama, sehingga kekecewaan lahir dan cenderung menyalahkan orang tua yang bersikap kurang baik.

Orang tua kita adalah hasil didikan dari orang tuanya lagi, dan begitu seterusnya. Bukan tugas kita untuk menuding mereka, tapi saatnya kita melakukan perubahan dari generasi saat ini. Buddha Dharma telah merubah hidup banyak orang, meditasi telah menjadi rekonsiliasi antara orang tua dan anak.

Sebagai renungan singkat meditasi di atas adalah menyadari bahwa saya dan ibu sebetulnya satu! Dulu saya pernah menginap selama sekitar 8 atau 9 bulan di istana anak (子宮), demikian orang Tiong Hoa menyebutkan rahim ibu. Istana yang nyaman, damai, dan tenang.

Saya tidak perlu bernapas, saya mengizinkan ibu bernapas untukku. Ketika berada dalam istana itu, saya tidak perlu bersusah payah untuk bernapas, karena ibuku yang bernapas. Saya juga tidak perlu bersusah payah untuk makan dan minum, karena semua yang dimakan dan dimimun oleh ibuku akan menjadi makananku juga. Bahkan apa yang dirasakan oleh ibuku juga menjadi perasaanku. Ketika ibu sedih aku merasa sedih, ketika ibu merasa senang saya juga senang.

Ingatkah kamu bahwa tali puser yang menghubungkanmu dengan ibumu? Itu yang membuat saya yakin bahwa dalam setiap selku mengandung sel ibu, dan sel ayahku. Ada ibu dan ayah dalam diriku, karena mereka mewariskan dirinya untukku.

Meditasi membantu saya menerima sepenuhnya bahwa mereka telah pergi. Ada rasa tidak rela ketika melihat orang lain memiliki orang tua lengkap. Rasa itu pelan-pelan sirna karena saya menemukan ibu di dalam diriku. Setiap kali saya bernapas dengan penuh kesadaran, saya tahu persis bahwa itu adalah napas ibuku, setiap kali saya tersenyum, itulah senyum ibuku. Menemukan ibu di dalam diriku adalah hasil meditasi.

Rekonsiliasi dengan orang tua sangatlah penting. Ayah dan Ibu bukanlah manusia sempurna, tapi Anda perlu berbahagia karena mereka tidak sempurna, dengan demikian kita bisa berkomunikasi dengan mereka, karena kita juga anak-anak yang tidak sempurna.

Kebahagiaan mulai dari kembali ke akar, kembali kepada orang tua, mereka adalah akar dari hidup manusia. Bumi ini juga menjadi ibunda manusia. Kita lahir di dunia ini, makan dari sumber dunia ini, oleh karena itu kadang ia disebut “The Mother Earth” kadang disebut “Gaai”. Kita semua anak bumi ini, Buddha juga anak bumi ini, dan kita semua anak dari bumi ini, kita lahir dari satu bumi ini, lalu mengapa kita harus saling membenci?

Kepada semua ibu-ibuku dari zaman dahulu hingga sekarang, aku bersujud dihadapanmu, aku menyentuh ibunda bumi, memohon maaf atas semua kesalahanku. Aku ingin hidup damai dengan ibunda kandung, juga ibunda bumi ini.

Terima kasih ibu.

Lubuklinggau, 22 Desember 2017

Creative Commons LicenseArtikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.