Lepaskan

Lepaskan

Lepaskan

Dalam hati setiap manusia selalu ada sebuah dorongan untuk menolong orang lain, barangkali kita boleh meletakkan telapak tangan persis di jantung beberapa menit dan mendengarkan detak jantung, barangkali kita bisa menemukan sesuatu. Teringat sebuah kisah indah tentang Bodhisattwa Ksitigarbha, Beliau bertekad untuk menyelamatkan semua makhluk yang menderita di alam neraka. Terasa ganjil dan bahkan tidak pernah terpikir untuk terjun ke alam neraka guna menolong orang lain, barangkali kita lebih terpanggil untuk menolong diri sendiri terlebih dahulu, bukankah demikian?

Alkisah suatu ketika seorang Bodhisattwa terlahir di alam neraka karena perbuatan kurang bajiknya, dia dihukum untuk menarik kereta berat bersama satu temannya, karena kereta itu sangat berat temannya tertatih-tatih dan jatuh tersungkur, pengawal neraka meluncurkan cemeti dan mendarat dipunggungnya hingga dia tidak berdaya, ketika Bodhisattwa melihat pemandangan menyedihkan itu ia langsung meletakkan kereta dan membantu temannya itu, tiba-tiba welas asih tumbuh dalam hatinya, dengan mata penuh welas asih tertuju pada pengawal itu, “Sudahilah, jangan mencambuk dia lagi, apakah engkau tak punya hati nurani? Dia sudah sekarat, biarkanlah dia istirahat sebentar”. Tak lama kemudian Bodhisattwa itu terlahir kembali ke alam manusia, dia adalah calon Buddha akan datang, Sakyamuni.

Hidup kita banyak tersentuh oleh berbagai kisah sedih, ketika membaca kisah Bodhisattwa di atas, kita boleh memilih untuk membenci pengawal neraka itu atau kita memilih untuk bertindak dengan penuh welas asih seperti Bodhisattwa itu. Bodhisattwa Ksitigarbha juga demikian, tersentuh oleh penderitaan sehingga membangkitkan tekad besar, beliau dikenal sebagai Bodhisattwa Maha Tekad Harta Karun Bumi (大願地藏菩薩, Dàyuàn Dìzàng Púsà), Kita memiliki benih maha tekad itu, ada bodhisattwa Ksitigarbha dalam hati kita.

Menolong dan Melepas
Bodhisattwa Ksitigarbha tidak hanya puas pada tekad menolong semua makhluk saja, namun juga dalam aksi nyata, kita juga tergerak untuk ikut mendukung tekad dan aksi ini melalui berbagai cara. Satu cara yang banyak dilakukan oleh masyarakat Buddhis Asia adalah lewat melepaskan hewan ke alam bebas. Aksi melepas hewan ke alam bebas tampaknya mendapat inspirasi dari kisah Pangeran Siddharta menyelamatkan bangau yang di panah oleh Pangeran Dewadatta, dan juga kisah Pangeran Siddharta menyelamatkan kawanan domba yang akan disembelih untuk dijadikan sesajen atau persembahan.

Jelas sekali Pangeran Siddharta juga punya maha tekad menolong semua makhluk dari derita fisik hingga derita mental, kadang terbesit dalam pikiran apakah kaitan harta karun bumi dengan menolong semua makhluk? Merenungkan pertanyaan ini memunculkan pengertian bahwa Bumi adalah landasan kokoh, luas, dan mempunyai kapasitas menampung segala sesuatu. Derita fisik dan mental tiada penghujung, oleh karena itu tekad itu disebut maha tekad yang tiada penghujung juga. Dunia ini perlu manusia yang meletakkan maha tekad ini, dan saya sendiri bertekad mendukung tekad dan aksi ini.

Tekad demikianlah yang hendak kita jadikan fondasi ketika melakukan aksi melepas hewan ke alam bebas, bukan karena kita ingin menyandang predikat orang terkenal, pujian, bahkan harapan untuk mendapatkan balasan kebaikan setimpal justru akan menjadi faktor yang menodai aktivitas luhur itu.

Melepas Apa?
Melihat kembali aktivitas yang kita lakukan dari sisi fisik maupun mental akan memberikan banyak pengertian bagi kita, inilah meditasi terapan nyata. Aktivitas seperti melepas hewan ke alam bebas banyak dilakukan oleh masyarakat Buddhis, terutama yang berasal dari Asia, banyak aktivitas spontan yang dilakukan seperti dalam Kisah Perjalanan ke Barat (西遊記 Xī Yóu Jì), ada sebuah adegan ketika Bhiksu Xuan Zhang (玄奘, Xuánzàng), suatu hari ketika dia bertugas mengumpulkan kayu bakar, dalam perjalan pulang dia melihat seorang petani menggotong seekor ikan yang cukup besar, ia hampir meneteskan air mata melihat ikan itu terengap-engap menderita tanpa air, ia membujuk petani itu memberikan ikan itu kepadanya sebagai gantinya ia bersedia memberi kayu bakar segar yang baru dikumpulkannya itu. Tersentuh oleh rasa kasih sayang, petani itu memberikan ikan itu kepada Xuan Zhang, ia menyampaikan terima kasih dan kemudian bergegas pergi ke sungai untuk mengembalikan ikan itu ke dunia air.

Mengingat kisah ini sungguhlah menyenangkan, hati terbuka lembut hanya lewat ingatan akan aktivitas kebaikan spontanitas itu. Saya yakin dalam sudut-sudut kehidupan kita juga punya banyak kesempatan untuk melakukan hal yang sama, asal kita mau meraih kesempatan itu dan lakukan tanpa banyak berpikir!

Banyak orang yang tersentuh oleh aktivitas demikian, mereka ingin lebih sering melakukannya karena manfaat nyata dan langsung bagi kedamaian hati, mulai babak baru dalam pelepasan hewan yang dikelola dalam berbagai cara, seperti membeli di pasar, dan perlahan-lahan menjadi sebuah ikatan penjual dan pembeli yang menuju pada arah penangkapan khusus untuk pelanggan yang akan melakukan aktivitas pelepasan hewan ke alam bebas.

Ada juga kejadian lain seperti dengan tidak sengaja atau kurang waspada sehingga hewan-hewan kepanasan dan mulai tidak bisa bergerak lagi, bahkan menyebabkan kematian dalam proses menunaikan niat luhur melepaskan hewan ke alam bebas, ini menjadi meditasi yang sungguh baik buat kita, inilah peran penting kebijaksanaan dan kasih sayang. Kadang ada orang yang atas nama kasih sayang lantas membenci mereka yang kurang terampil dalam aktivitas pelepasan hewan, ternyata tidak menyelesaikan masalah, justru membuat situasi tambah keruh dan tidak nyaman.

Buddha selalu mengutamakan latihan hidup sadar sepenuhnya agar kita bisa menyentuh kejernihan, cinta kasih, dan welas asih untuk merespon berbagai kejadian dengan penuh arif bijaksana, kalau tidak kita yang akan jatuh ke dalam jurang penderitaan dan kebencian, ini bukanlah tujuan kita belajar dan berlatih Dharma.

Menolong diri sendiri
Ingat nasihat Buddha tentang tolonglah dirimu sendiri, melalui ceramah beliau yang menyebutkan ada sebuah pulau yang damai, pulau pelindung yang ada dalam dirimu sendiri. Buddha mengajak kita untuk kembali kepada kedamaian dan ketenangan yang memang sudah ada dalam hati kita, cukup lewat napas dan merelaksasikan badan jasmani, sehingga kita tidak merespon dengan penuh murka atas berbagai kejadian, ini bisa disebut menyayangi diri sendiri. Ketika engkau marah dengan penuh murka, ini bukanlah perbuatan yang indah, ini justru merusak diri sendiri dan juga orang lain, jadi tolonglah dirimu sendiri dengan cara kembali ke pulau pelindung yang damai itu, pergilah ke pulau itu lewat jembatan napas sadar penuh dan relaksasi badan jasmani, maka engkau akan tiba di pulau kedamaian itu.

Mereka yang mengaku sebagai Buddhis juga kadang terjebak dalam siklus kebencian ini, mereka telah mengerti banyak tentang kitab suci, bahkan menghafal sebagian besar ayat-ayat suci, namun ayat-ayat suci itu hanya menyentuh pikiran namun belum menyentuh hati. Kita hendaknya lebih sering kembali ke pulau kedamaian itu sehingga semua ayat-ayat itu akan turun dari pikiran menuju hati, barulah realisasi nyata terjadi, sehingga kita sanggup merespon lewat kata-kata penuh kasih dan mempunyai kapasitas untuk mendegar dengan penuh pengertian, kemudian memberi masukan yang lebih berarti.

Melepaskan Gagasan, Melepaskan Kerbau
Melepaskan hewan ke alam bebas juga perlu dibarengi dengan melepaskan berbagai gagasan yang kadang menjadi benteng penghalang menuju pantai bahagia, ketika kita tiba di pulau kedamaian itu, engkau juga bisa mulai membedakan gagasan mana saja yang masih kita cengkram kuat, gagasan yang justru mengakibatkan sekelumit masalah, dan gagasan yang perlu kita lepaskan! Kita boleh duduk dengan tenang dengan secarik kertas, tulislah gagasan yang memenjarakan diri kita dari kamar sel penderitaan.

Teringat kisah “Kerbauku Kabur” yang pernah saya sarikan dari ceramah guru saya, Bhante Thich Nhat Hanh.

Suatu hari seorang petani lingak-linguk, lari ke sana ke sini, sampai dihadapan Buddha yang sedang bersama beberapa orang biksu, Buddha barusan saja habis makan siang penuh kesadaran bersama murid-muridnya, sang petani sangat sedih dan bertanya, “Oh Bhante, apakah engkau melihat kerbauku lewat sini? Aku punya 5 ekor kerbau, entah kenapa tadi pagi semuanya kabur, aku punya 2 hektar sawah, tapi tahun ini semua serangga memakan hasil panen, semuanya ludes! Aku sudah tidak kuat lagi, mungkin bunuh diri saja lebih baik karena aku tak punya apa pun lagi”. Buddha dengan tatapan penuh welas asih menjawab, “Sahabat baik, kami dari tadi duduk di sini tidak melihat ada kerbau yang lewat.”

Petani itu kemudian bersedu-sedan terisak-isak, “Kerbauku kabur entah kemana, hasil panenku juga di gerogotin tikus dan serangga sampai ludes, pupuslah kehidupanku, hidup ini sungguh menderita.” Buddha mencoba menenangkan petani itu dengan berkata, “Wahai petani, coba engkau pergi ke arah sana untuk mencari”, Buddha sambil menunjuk ke arah kirinya. Petani itupun pergi dengan tergopoh-gopoh sambil mengusap air matanya.

Setelah pengembala itu jauh menghilang, Buddha menoleh ke arah muridnya, tersenyum lembut dan bilang, “Wahai sahabatku, engkau beruntung sekali karena tak punya kerbau, jadi tidak usah khawatir kerbaumu hilang!”

Kerbau di sini adalah gagasanmu, jadilah latihan kita adalah belajar untuk melepas kerbau. Duduk dengan tenang dan damai, bernapas dengan penuh kesadaran dan konsentrasi, caritahu kerbau apa saja yang telah engkau miliki, panggil kerbau-kerbaumu dengan nama-nama aslinya [call your cows by their true names], kemudian lihatlah apakah engkau punya kemampuan untuk melepaskan kerbau-kerbau itu! Semakin banyak engkau melepaskannya maka engkau semakin bahagia. Jadi melepaskan kerbau adalah salah satu seni berlatih! Gagasan tentang kebahagiaan merupakan kerbau tangguh, perlu pengertian mendalam dan keberanian untuk melepaskannya.

Melepas adalah kebahagiaan, kita tidak bahagia karena tidak bisa melepas, kita selalu mencari-cari kebahagiaan dengan cara memperoleh kekayaan materi dan kenikmatan panca indra, kemudian kita genggam erat-erat seluruh kekayaan dan kenikmatan itu, kita tidak sadar bahwa benih kebahagiaan sudah ada dalam diri kita, tinggal kita siram dengan air agar tumbuh menjadi bunga kebahagiaan.

Zaman sekarang banyak diantara mereka sangat hedonis, mereka mencari cara pelarian melalui menonton televisi atau bioskop, internet, main game, makan sebanyak-banyaknya, minum arak, narkoba, beli ini dan itu, baca novel, dan sebagainya.

Selamat berlatih
Tekad merupakan awal dari suatu petanda baik, dan kemudian wujud tindakan nyata yang dibarengi dengan cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan akan menjadi realisasi nyata. Melepas hewan hanyalah bagian kecil dari aksi. Kadang kita perlu spontanitas dalam ketulusan, kadang kita butuh pengelolaan secara massal, tanpa harus terjebak dalam embel-embel yang membuat kita harus berdiri di atas panggung untuk bersandiwara yang alih-alih kehilangan makna sesungguhnya dari aksi melepas hewan ke alam bebas. Kita bisa melakukannya dengan arif -bijaksana, apakah itu tindakan spontanitas maupun yang dikelola secara massal—tanpa terjebak dalam sandiwara semata. Selamat berlatih!

Creative Commons LicenseArtikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.