Suatu hari ada seorang anak remaja bertanya:
“Bhante, kenapa bhante harus mencukur rambut sampai gundul?”
Saya kontan jawab, “Biar hemat shampo!” Kita pun tertawa bersama-sama.
Saya tidak tahu mengapa para monastik buddhis wajib mencukur habis rambut di kepala, memang demikianlah tradisi yang diwariskan oleh para leluhur monastik buddhis. Setelah saya merenung sekian lama, inilah yang saya peroleh.
Hemat Shampo
Benaran, saya tidak bercanda! Dulu waktu saya masih berambut, saya setiap beberapa hari sekali keramas. Saya pernah mencoba pakai shampo merek X, Y, Z, dan tampaknya tidak ada yang cocok, atau karena rambut saya pendek jadi tidak begitu pengaruh menggunakan shampo merek apa pun. Tetapi saya tetap pakai shampo kok saat ini walaupun sudah gundul, hanya saja satu botol shampo bisa awet lama sekali.
Saya sedang mengetik sembari membayangkan bagaimana kalau rambut panjang? Waktunya keramas lama, dan jumlah shampo yang dipakai juga harus banyak. Jadi kalau mau hemat shampo, boleh juga Anda mencukur habis rambut, karena ini juga termasuk sebuah hairsytle, kalau tidak percaya coba saja lihat para pemain sepak bola atau pebasket, cukup banyak juga yang gundul, katanya sih lagi nge-trend!
Hemat Waktu
Tampaknya ini yang paling signifikan terjadi dalam hidup saya setelah jadi monastik. Bayangkan waktu mandi bisa cepat, karena sekali guyur, semua airnya langsung turun. Waktu bercermin juga menjadi singkat, tidak perlu menyisir atau memeriksa apakah rambut banyak rontok atau tidak.
Pernah punya dilema menyisir rambut? Belah tengah, belah pinggir, atau disisir ke belakang semua? Pernah pakai gel kan? Nah ini yang menarik, kadang-kadang rambut harus disisir sedemikian rupa kemudian olesin gel agar rambut tetap seperti itu sepanjang hari, demi apa? Demi tampil prima di depan orang lain.
Waktu ke tukang cukur juga memakan waktu banyak. Saya memang sudah tidak perlu ke tukang cukur apalagi ke salon. Kalau ke tukang cukur banyak suka dukanya, apalagi kalau ke tukang cukur yang tidak sesuai dengan selera, pasti sedih.
Sekarang ini, hairstyle saya cuman satu, fashion saya cuman satu, yaitu gundul, jadi tidak perlu terlalu memikirkan gel, hairsytle, sisir, tukang cukur, ataupun salon.
Terkahir, kalau bangun tidur, yang tidak perlu berkaca. Ada orang yang histeris ketika bangun pagi karena rambutnya berantakan seperti kena bom. Saya bersyukur karena setiap kali bangun tidur saya masih gundul.
Simbol
Rambut memiliki fungsi melindungi kepala, namun rambut juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai alat untuk menarik perhatian lawan jenis. Ada orang yang bisa berada di depan cermin untuk menata rambutnya demi tampil prima di hadapan sang kekasih. Bahkan tak sedikit orang yang rela merogoh kocek dalam-dalam demi mengikuti haircut aktor-aktris atau penyanyi idolanya.
Para monastik tentu saja bukan orang yang anti rambut, namun makna di balik mencukur rambut adalah untuk memberi pengumuman kepada semua orang bahwa kami sudah tidak available lagi, jadi jangan mencoba untuk menjadikan kami sebagai suami atau istri Anda. Anehnya, banyak orang yang tidak menangkap sinyal itu, justru monastik menjadi sasaran empuk.
Alasan itu juga yang membuat para monastik selalu hidup berkomunitas, dilindungi oleh komunitas, dengan demikian mereka bisa saling melindungi, saling membantu, saling mengingatkan bahwa aspirasi paling dalam mereka adalah berlatih, mentransformasi diri, kemudian membantu dan membimbing banyak orang menuju kebahagiaan sejati.
Mencukur rambut juga merupakan suatu bentuh tekad besar, banyak orang yang melekat pada rambutnya, karena rambut dianggap sebagai mahkota yang sangat berharga, banyak orang karena kemelekatan pada rambut sehingga menimbulkan banyak keresahan, jadi tidak ada rambut maka tidak ada keresahan.
Para monastik mengikuti jejak Pangeran Siddharta yang juga mencukur rambutnya sebagai simbol komitmen kuat, melepas tahta, melepas nama, melepas harta, dan melepas kama (nafsu), bahkan uban juga tidak diperbolehkan di cabut, justru bisa menjadi sebuah penyadaran akan ketidak-abadian.
Setiap hari bangun tidur, tugas pertama monastik adalah meraba kepalanya, ini latihan untuk mengukuhkan tekad sekaligus mengingat bahwa kami sudah menjadi monastik, oleh karena itu harus belajar dan berlatih dengan semangat, kemudian menjaga sila dengan sepenuh hati agar bisa sukses dalam melanjutkan tugas mulia ini.
Komunitas
Seketika Buddha mencapai penerangan sempurna, beliau teringat para guru terdahulunya, namun mereka telah meninggal dunia. Buddha juga masih ingat para petapa yang berjuang bersama-sama, Buddha datang berkunjung ke para petapa itu untuk bersama-sama menyebarkan Dharma, terbentuklah komunitas yang saling membantu. Buddha yang sudah tercerahkan saja sudah menyadari betapa penting membangun komunitas, Buddha tidak bisa menyebarkan Dharma sendirian, namun Buddha membutuhkan komunitas untuk merealisasikan tugas mulia ini.
Memang benar bahwa suatu ketika Buddha meminta para muridnya untuk menyebar ke semua penjuru untuk mewartakan Dharma agar lebih banyak orang bisa terbebaskan, namun kita juga perlu melihat kelanjutannya bahwa setiap murid yang menuju suatu tempat, mereka juga membangun komunitas baru.
Buddha menyatakan bahwa kita hendaknya membangun hutan, sehingga semua pohon bisa saling berdiri berdampingan, jika terjadi bencana datang maka kita bisa saling membantu. Di Indonesia tampaknya agak berlainan dalam penerapannya. Dengan alasan bahwa banyak umat daerah butuh bimbingan maka, para monastik dikirim satu per satu ke wihara terpencil, mendingan kalau monastik senior yang dikirim, tapi monastik junior juga dikirim, maka itu tidak ada bedanya dengan membiarkan monastik junior masuk sarang macan.
Sistem satu monastik satu wihara tersebar di berbagai pelosok, tentu saja ide ini tertampak logis, namun kenyataanya tidak demikian, kita perlu ingat bahwa para monastik senior juga harus terus belajar dan berlatih, jika monastik hidup sendirian maka yang cenderung terbangun adalah sifat individualistik personal dan rentan terjadi korupsi winaya.
Kenapa Gundul?
Akhirnya kembali lagi ke pertanyaan awal, mengapa gundul? Kalau masih ragu, Anda boleh membaca sekali lagi dari awal. Kalau ada saran dan ide, Anda boleh kirimkan komentar, semoga bisa saya update sehingga menjadi lebih komplit artikel ini.
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.
Namo Buddhaya Bhante. Apa kabar? Saya mau menambahkan kenapa Gundul, menurut saya hal terpenting kenapa harus digundul karena untuk melepaskan ke-egoan kita sebagai umat awam. Dengan digundul maka “mahkota” kita yg tadinya bagus yg membuat kita terlihat tampan/cantik akan hilang… Terima kasih atas kesempatan ikut comment Bhante.
Hello Bang John!
Senang sekali bertemu Anda di sini. Kabar saya baik. Sekarang sedang Vassa (Wassa) di Plum Village Thailand. Terima kasih atas masukannya, nanti akan saya selipkan dan update artikel “Mengapa Gundul?”
Saya memang sudah lama ingin menulis topik mengapa gundul, namun saya ingin melihat dari perspektif sekiranya bisa diterima orang dan memang di Vinaya (Winaya) tidak banyak memberikan penjelasan demikian, namun saya sering mendapat pertanyaan yang sama berulang-ulang.
Semoga Bang John selalu sehat, bahagia dan punya kondisi yang cocok untuk terus belajar dan berlatih dalam Dharma.
Salam dari Pak Chong, Thailand
B. Nyanabhadra
Namo Buddhaya bhante. Mau bertanya jg apakah seorang wanita di wajibkan utk mencukur rambut nya biarpun saya sudah berusia 42 thn. Trima kasih apabila bhante bisa menjawab pertanyaan sy.
Jika dia adalah seseorang yang sudah mengambi komitmen pada latihan sebagai samaneri atau biksuni, maka dia wajib mencukur rambutnya. Karena itu memang komitmen bersama dalam komunitas. Sama seperti seseorang bergabung ke dalam sebuah organisasi, maka ia wajib mengikuti aturan organisasi tersebut, kemudian mengerti mengapa aturan itu di buat seperti itu. Jadi dalam hal ini, dia mengerti mengapa sebagao monastik kita mencukur rambut, jadi pengertian itu penting.
Sama juga jika seseorang pergi ke negara lain, maka dia wajib mengikuti aturan yang ada di sana. Contoh, jika Anda pergi ke Singapura, maka Anda wajib mengikuti aturan Singapura selama Anda berada di sana.
Semoga menjawab pertanyaan Anda.