Makanan selalu menjadi pembicaraan menarik. Setiap negara memiliki makanan dan minuman unik, jangankan negara, setiap propinsi di Indonesia juga demikian. Berbicara makanan pasti ramai, karena ini urusan mulut. Maklum sekarang Januari 2020, apalagi sudah mendekati imlek, ada makanan khusus imlek, minuman khusus, warna khusus, pakaian khusus, dan lagunya juga khusus.
Urusan makanan dan minuman sering menjadi buah bibir seru. Whatsapp group (WAG) juga punya fenomena demikian. Ada kalanya WAG sepi kayak kuburan. Nanti ada yang tiba-tiba kirim foto menu sarapannya, wah itu grup bisa tiba-tiba kayak pasar, apalagi makanannya membangkitkan selera, bikin air liur mengalir otomatis.
Teh susu
Anda yang pernah ke India pasti pernah mencicipi teh susu ala India, namanya Chai. Ini teh susu yang wajib Anda minum, belum afdal kalau ke India tidak minum Chai. Minuman ini termasuk khas karena ada bumbu-bumbu khusus (masala), membuat aromanya menjadi begitu enak diseruput. Chai yang dijual pinggir jalanan paling nikmat, harganya juga murah meriah.
Ada sekali saya memesan chai di pinggir jalan. Seorang ibu-ibu yang menjualnya, ibu paruh baya, bersari indah. Saya melongok melihat pancinya, em….. bikin saya ragu-ragu mau order, ada kerak-kerak hitam kecoklat-coklatan, lalu tampaknya sudah dipakai berulang-ulang belum dicuci. Tapi ya sudahlah, tutup sebelah mata saja.
Selesai sudah chai-nya. Kelihatan uap keluar dari segelas Chai. Sruuupppp…. enak, asal jangan ingat panci yang berkerak tadi, selera bisa amblas! Temperatur luar di New Delhi pada bulan januari sangat dingin. Siang hari saja bisa sekitar 16 derajat celcius. Suasana dingin lalu ditemanin segelas chai, di pinggir jalan….. nikmatnya tak terkira.
Orang India punya kebiasaan mencampurkan gula terlalu banyak, jadi setiap kali pesan chai, harus bilang “Chini thora kam” (kurangi gula sedikit). Nah, itu kalimat penting untuk dihafal. Ada lagi nih, contoh “Accha” (bagus, oh begitu, baiklah) dan “Nehi” (tidak).
Roti tepuk
Makanan paling lumrah adalah Chapati. Ini makanan pokok India, mungkin sejak zaman Buddha juga sudah ada. Chapati kadang disebut roti, nah jangan bingung sebutan roti di Indonesia, itu beda. Chapati ini terbuat dari tepung gandum utuh atau dikenal dengan atta. Chapati bentuknya pipih lebar bulat. Chapat artinya tepuk, karena cara bikinnya dengan menepuk adonannya.
Chapati selalu dihidangkan hangat. Teman makan bersama chapati pada umumnya adalah kentang (Hindi: आलू, Alu). Alu ini banyak jenisnya, sebut saja alu-paratha, alu-gobi, alu-matar, alu-tikki, dan masih banyak lagi. Berbekal kentang bisa dibuat berbagai jenis alu.
Dulu, waktu masih ikut kursus bahasa Tibet dan kelas filsafat di Dharamsala, ada satu warung alu-paratha yang enak. Saya bersama Kailash suka mampir ke sana untuk menikmati alu-paratha, tentu saja ditemani oleh chai. Seminggu biasanya sekali ke sana. Harganya murah, makan 2 biji alu-paratha sudah kenyang. Oyah, yang jualan orang Tibet.
Saat ini, hampir menuju penghujung januari dan masih di awal tahun 2020, saya ke India lagi. Teman sekelas saya, Kailash secara khusus minta saya hadir untuk acara pernikahannya. Seumur-umur saya tidak pernah melihat proses pernikahan tradisional India, inilah pertama kali. Ada nyanyi, ada proses pembersihan, ada pengantaran, penjemputan calon istri.
Kita dari Mainpuri (Uttar Pradesh) naik mobil dengan iring-iringan beberapa bus untuk pergi menjemput sang calon istrinya. Seolah-olah sekampung pergi menjemput. Kita menempuh perjalanan sekitar 302Km, dari Mainpuri ke Alwal. Seremoni pernikahannya dilakukan pada pukul 11an malam, dan selesai pukul 01:00 dini hari. Kita menginap di Alwal lalu baru pulang ke Mainpuri keesokan harinya.
Nasi goreng
C terakhir adalah Chawel, artinya nasi. Selain mengonsumi berbagai jenis chapati atau berbagai jenis roti, orang India juga mengonsumsi nasi. Namun setiap kali makan pasti yang datang duluan chapati, setelah beberapa saat barulah nasi dihidangkan. Biasanya nasi dicampur dengan dal, makanan yang terbuat dari lentil dimasak dengan rempah-rempah, kadang agak kental, kadang berkuah.
Nasi yang saya paling suka adalah biryani. Beras yang digunakan biasanya basmati. Biryani mirip dengan nasi goreng, namun dicampur dengan rempah-rempah, sayuran, kadang daging. Warnanya kuning, dan memang ada kalanya agak berminyak. Makanan di India memang banyak yang dimasak dengan kandungan minyak cukup banyak, dan juga makanan lain yang terlalu manis.
Oyah, di Indonesia juga ada biryani. Tahu apa itu? Iya, nasi kebuli, tidak sama persis, tapi tampaknya ini kakak adik dengan biryani. Menurut beberapa sumber, nasi kebuli merupakan hidangan populer dikalangan warga Betawi yang konon nasi kebuli ada kaitannya dengan makanan Arab Yaman. Loh, bagaimana makanan india sambung menyambung ke Arab Yaman? Waduh, kalau ini saya tidak tahu.
Sekian trio C: Chai, Chapai, dan Chawel. Ingat untuk tetap menakar jumlah makanan, jangan terlalu banyak, makanan seenak apa pun, jika terlalu banyak akan memberikan efek terbalik. Selamat menikmati dengan penuh kesadaran apa pun yang Anda santap, usahakan lebih banyak porsi sayur dan kurangi daging, kalau bisa hindari.
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.
Namo Buddhaya Bhante,
Kalau orang awam pergi ke Dharamsala untuk belajar, bisakah? Atau hanya monastik saja?
Terima kasih 🙏
Namo Buddhaya,
Dulu tempat saya bisa untuk semua, tapi memang dominan monastik. Karena umat perumah tangga punya tanggung jawab dan bisnis.
Kalaupun ada umat awam, pada umumnya mereka yang sudah tertarik ingin masuk monastik, atau mereka yang punya bisnis namun bisa ditinggal atau dipantau lewat internet.
Ada juga tempat yang khusus untuk monastik saja, jadi boleh pilih tempat yang bisa menerima monastik dan umat awam sekaligus.
Kira-kira demikian.