Beranjali, Senyum, dan Ucapkan Terima Kasih

@Barumun Nagari

Pernah mendapat teguran? Tentu saja pernah. Bisa terima? Barangkali sering sulit menerima. Tapi tergatung teguran dari siapa dulu, dari atasan, teman, atau siapa. Manusia cenderung membuat benteng pertahanan diri jika mendapat teguran. Tampaknya tak ada orang yang mau dipersalahkan.

Benteng pertahanan diri menjadi mekanisme otomatis. Apalagi tegurannya dengan bahasa kurang bersahabat bahkan merendahkan. Reaksi setiap orang sudah jelas bervariasi. Jika Anda memilih untuk melawan, mungkin akar terjadi pertengkaran. Jika Anda memilih untuk tetap tenang dan tidak reaktif, maka ada alternatif lain yang bisa terlihat.

Secara alami, cukup banyak yang memilih untuk melawan, karena merasa diperlakukan tidak adil. Jika atasan yang menegur, tampaknya banyak orang yang memilih untuk menerima, walaupun konten tegurannya belum tentu sepenuhnya benar. Ada orang yang sudah tidak tahan lagi, jadi dia akan lawan walaupun itu bossnya. Ujung-ujungnya, bisa kena SP atau PHK.

Berhak Menegur

Dalam dunia pelatihan monastik yang pernah saya terima, ada satu prinsip penting yaitu menjunjung tinggi keharmonisan. Setiap monastik mendapat mentor, tentu saja mentor ini adalah senior yang juga sudah mendapat banyak pelatihan dan kredibilitasnya tinggi. Urusan teguran biasanya memang itu hak sepenuhnya dari mentor, dan mentor tidak terlalu sering menggunakan hak itu.

Hak menegur merupakan suatu kepercayaan dari komunitas kepada seorang mentor untuk mendisiplinkan adik spiritualnya. Jadi nothing personal actually. Jika seorang mentor sering menegur, maka itu bisa jadi memang adik spiritualnya banyak bikin masalah.

Kalau mentor terlalu sering menegur, maka bisa menjadi senjata makan tuan juga. Urusan menegur juga harus melihat intensitas suatu kesalahan, ada hal yang perlu dibiarkan, ada yang harus meminta penjelasan, dan ada yang harus dikasih teguran beberapa kali.

Tugas senior adalah membantu adik spritualnya maju dan nanti adiknya bisa menjadi senior atau mentor yang baik juga dikemudian hari. Ini untuk keberlangsungan komunitas dan generasi selanjutnya. Seorang novis (sramanera/sramaneri) yang bergabung dengan komunitas monastik, maka dia siap dibentuk oleh komunitas, siap meleburkan diri ke dalamnya, bersama-sama mengalir bagaikan sungai.

Menerima Teguran

Komunitas plum village, kita punya suatu praktik yaitu selalu menerima teguran, apakah itu teguran halus, menengah, ataupun teguran keras. Para mentor berusaha menggunakan bahasa kasih, jadi junior lebih sering bisa menerimanya. Walaupun kadang sekali dua kali dalam kondisi energi kesadaran agak berkurang, seorang mentor juga bisa menggunakan bahasa yang sedikit lebih tegas.

Junior yang mendapat teguran perlu merangkapkan kedua belah tangan (anjali) dengan hormat, setulus-tulusnya mengucapkan terima kasih. Teguran yang diberikan oleh mentor atau senior pada umumnya memang untuk kemajuan sang junior. Jika Anda sering praktik seperti ini, maka ada kesempatan besar untuk maju dalam latihan, terutama mengurangi EGO.

Tentu saja materi teguran bisa bervariasi. Seseorang boleh menggunakan waktu sedikit lebih panjang untuk merenungkan dan mengontemplasikan, tapi tugas pertama adalah menerima terlebih dahulu dan tidak segera menantang keabsahan atau validitas materi teguran itu.

Nanti jika ada keberatan, barulah dibicarakan baik-baik. Jika materi tegurannya memang tepat dan bahasanya juga baik, maka kita mendapat manfaat dari teguran itu. Memang teguran lebih sering berkaitan dengan EGO.

Nuansa Kekeluargaan

Pernah dengar istilah komune? Artinya kelompok orang yang hidup bersama dan saling berbagi berbagai hal. Sampailah pada istilah komunitas, kelompok orang yang hidup bersama dan saling berinteraksi dalam hal tertentu. Leluhur Indonesia menyebutnya paguyuban yang bernuansa kekeluargaan untuk membina kerukunan sesama anggotanya.

Mencapai kerukunan tentu ada rambu-rambu yang perlu disetujui bersama. Mustahil bisa mewujudkan keharmonisan apabila rambu, norma dan aturan diabaikan, atau dikorupsi. Persetujuan bersama menjadi tonggak penting dalam kebersamaan.

Tidak pernah ada komunitas yang sempurna. Namun kita boleh tetap berbahagia walaupun tidak sempurna, karena komunitas bergerak ke arah kebaikan, keselarasan, dan keserasian. Ketidaksempurnaan bukanlah sesuatu yang perlu dicemaskan, justru itu normal apa adanya.

Lembaran Baru

Ada satu praktik yang diberi nama memulai lembaran baru (beginning anew). Manusia tak luput dari kesalahan, oleh karena itu perlu memulai lembaran baru. Memang ada orang yang beberapa kali melakukan kesalahan yang sama, bukan berarti dia selalu sengaja, justru karena kurang kesadaran atau dia didominasi energi kealpaan.

Permohonan maaf perlu dibarengi dengan tekad untuk tidak mengulangi lagi kesalahan yang serupa. Namun kadang memang bisa terjadi kembali. Ada orang yang memang sulit mengubah dirinya, maka Anda boleh menggunakan cara lain.

Contoh kalau seseorang suka meletakkan sandal berantakan, walaupun sudah ditegur berkali-kali, tetap saja dia melakukannya lagi, apalagi ketika buru-buru. Maka Anda yang merapikannya saja. Namun ketika dia penuh kesadaran, maka sandalnya akan diletakkan dengan rapi.

Arah Sana

Jika Anda sudah meminta maaf dan dia belum bisa memaafkan, em, berarti dia perlu latihan lebih banyak lagi. Berarti dia belum bisa move on, berarti dia masih marah. Dirimu? Usahakanlah jangan mengulang lagi, bangkitkan kesadaran agar bisa meminimalisasi efeknya. Bukan berarti Anda boleh seenaknya bikin kesalahan berulang-ulang.

Selalu memberikan maaf, walaupun kadang sangat sulit. Asal mau usaha, tampaknya Anda bisa bergerak ke arah sana, walaupun belum bisa melakukannya, atau belum sepenuhnya, tapi minimal Anda sudah bergerak ke arah sana.

Creative Commons LicenseArtikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.