Oleh Lama Thubten Zopa Rinpoche
Ada seorang sahabat bertanya, mengapa pada zaman modern sekarang ini perlu bagi seseorang untuk menjalankan kehidupan sangha biksu atau biksuni? Apakah mungkin bagi seorang umat biasa bisa mempraktikkan Dharma dan mencapai pencerahan?
Apabila anda menceritakan hal ini kepada teman-teman di dunia barat bahwa Buddha telah memperlihatkan 12 perbuatan; pertama sebagai seorang anak, kemudian hidup berumah tangga, nikah, kemudian melepaskan semua itu dan menjadi seorang pengelana-maka teman-teman dari Barat hanya akan berpikir bahwa penahbisan menjadi biksu hanyalah untuk mereka yang hidup dan budaya dunia timur saja. Karena Buddha hidup di India, dan mereka akan berpendapat bahwa pentahbisan tidak ada kaitan sama sekali dengan dunia barat, dan mereka hanya akan berpikir bahwa penahbisan hanya terjadi di masa lampau. Banyak diantara teman-teman dunia barat berpikir demikian, itu wajar.
Demikian juga, teman-teman dunia barat tidak mengerti batin, mereka juga tidak mengerti banyak tentang karma, sebagai contoh kepercayaan akan neraka. Hal-hal demikian diajarkan oleh Buddha pada zaman dahulu, mereka menganggap neraka itu tidak ada sama sekali. Seandainya tidak ada neraka, maka tidak ada orang yg melakukan karma buruk yang bisa mengakibatkan terlahir ke neraka. Jika tidak ada kemungkinan terlahir ke neraka, maka semua orang tentu saja telah mencapai realisasi tertentu.
Pada umumnya, agar tidak terlahir kembali lagi ke alam nista, seseorang perlu mencapai tingkat kesabaran tertentu, tingkat ke ketiga dari semua tingkat yang berjumlah empat dari jalan-persiapan (path of preparation). Dipandang dari jalan-pembebasan (path of liberation) jalan-persiapan adalah yang kedua.
Jesus Kristus juga menemukan metode hidup dalam penahbisan, berangkat dari itu, banyak biara yang dibangun dan menghasilkan banyak pendeta dan suster di kalangan kristen.
Penyebab utama adalah kekotoran batin, sehingga mereka mengatakan sebagai sangha biksu tidak relevan di abad 20 ini. Kamu perlu menjaga batinmu agar tidak menyakiti makhluk lain atau dirimu sendiri, dengan demikian kamu akan lebih damai dan bahagia. Ini merupakan sifat alami karma. Ini tujuan penting, tujuan yang lebih panjang adalah kelahiran yang lebih baik, dan yang paling akhir adalah pembebasan dan pencerahan.
Walaupun Buddha dan Yesus menemukan cara hidup kebiaraan, namun tidak berarti semua orang bisa menjadi biksu atau biksuni—begitu juga umat biasa bisa mempraktikkan ajaran dengan baik, namun ini tidak berarti semua umat bisa mempraktikkan ajaran dengan baik; bahkan sebagian besar umat merasa kesulitan dalam praktik Dharma. Tidak semua orang memiliki karma untuk menjadi anggota sangha. Tidak semua orang bisa menjadi angota sangha. Hanya orang tertentu saja bisa menjadi anggota sangha, karena membutuhkan kebajikan yang sungguh besar dan terbebas dari aral rintangan yang berasal dari batin, dan juga aral rintangan yang berasal dari eksternal.
Yang paling penting adalah kamu membutuhkan banyak waktu untuk mempraktikkan Dharma agar bisa terhindarkan dari kekotoran batin, hal demikian penting bagi para pemula. Kamu perlu berlatih hingga batin menjadi stabil dalam realisasi dari 3 aspek sang jalur (Naiṣkramya [penolakan terhadap samsara], Bodhicitta, dan Shunyata) jika memungkinan, bahkan sampai taraf arya sekalipun (terbebaskan). Inilah sebabnya tempat-tempat seperti biara, goa, pusat meditasi, pertapaan terpencil diperlukan. Inilah sebabnya biara membutuhkan peraturan–mendisiplinkan batin dan unsur eksternal. Dengan demikian anda akan mengerti betapa pentingnya moralitas (sila).
Demi mencapai jalan fundamental, kamu membutuhkan kondisi menunjang untuk latihan: kamu perlu melakukan meditasi; waktu untuk studi dan meditasi. Hal yang paling penting adalah menjaga batin agar tidak merosot. Semakin banyak karma buruk yang diciptakan, maka semakin banyak aral rintangan menghalangi, hal ini juga membuat kita membutuhkan waktu lebih lama dan lebih sulit untuk terbebas dari samsara, bahkan sulit juga untuk mendapatkan kebahagiaan.
Untuk itu, selama anda hidup dalam pentahbisan murni, maka anda akan semakin jauh dari karma negatif. Melepaskan kehidupan berumah tangga dan hidup sebagai sangha biksu telah memotong banyak karma negatif. Idealnya adalah mengurangi aktifitas eksternal, kerja, mengurangi kemerosotan, maka ia akan memiliki waktu luang lebih banyak untuk meditasi dan studi. Banyak manfaat hidup dalam pesamuhan sangha biksu yaitu memiliki banyak waktu untuk meditasi, studi, dan mengembangkan batin.
Salah satu hal penting untuk mencapai kemajuan menuju pencerahan adalah realisasi samatha (konsentrasi penuh). Untuk mencapai kondisi ini kamu perlu kedisiplinan, proteksi, dan moralitas murni; kamu perlu mengikis kekotoran batin. Bahkan hanya untuk meditasi selama satu jam saja, kamu perlu mengikis kekotoran batin dan betul-betul menerapkan kedisiplinan; kamu perlu belajar untuk melepaskan kemelekatan bahkan kemelekatan terhadap meditasi.
Jika kamu menuruti kemelekatan, kamu bahkan tidak sanggup meditasi walau hanya satu menit saja. Sebagai contoh, apabila kamu duduk dan batinmu menyusuri kemelekatan terhadap pacar, nafsu; kamu tidak akan bisa bermeditasi bahkan hanya se-detikpun. Dengan contoh sederhana ini, semua orang akan mengerti bertapa mudahnya bagi seorang anggota sangha untuk meditasi.
Lingkungan sekitar sangat penting bagi kemajuan seorang sangha untuk melanjutkan latihan, bulan demi bulan, tahun demi tahun mengembangkan batin untuk menempuh jalan pembebasan dan pencerahan. Terutama bagi para pemula yang belum stabil dalam tiga aspek sang jalur, samatha dan sebagainya. Seseorang yang tidak mau berlatih, tidak akan mendapatkan realisasi, dan batin mereka tidak terkendalikan, terutama mereka yang tidak mempraktikkan lam-rim. Jika anda hanya mengerti saja tanpa mempraktikkan ajaran itu, apa pun statusmu; apakah itu seorang umat biasa maupun seorang sangha, maka semua obyek eksternal akan mengendalikan batinmu, mencengkeram batinmu, menyebabkan kamu mencari dan mengejar obyek indriawi.
Namun, ketika kamu mulai meditasi, latihan, lam-rim, tiga aspek sang jalur, maka batin mampu mengatasi pengaruh obyek eksternal ini. Batin bahkan lebih kuat daripada obyek eksternal ketika kamu meditasi dengan benar dan tepat, ketika kamu menerapkan ajaran Buddha, terutama lam-rim dalam kehidupan sehari-hari.
Selama kamu berlatih meditasi, batin kita mampu mengendalikan obyek eksternal, apakah itu makhluk hidup atau sesuatu benda, atau apa pun. Apakah obyek itu ganteng, wanita cantik atau bunga yang indah menawan, ketika kamu menerapkan lam-rim, batin mampu mengatasinya; batin adalah sang raja, dan semua obyek bisa di bawah kendali batin. Mengapa demikian? Karena kekotoran batin bisa dikendalikan melalui praktik lam-rim, karena kita mempraktikkan ajaran Buddha.
Sebagai pemula kamu membutuhkan meditasi lam-rim lebih intens dan pada saat bersamaan menjauhkan diri dari obyek-obyek penganggu. Batin kita saat ini sangat lemah karena telah terbiasa lemah sejak waktu yang tidak terhitung, terbiasa dengan kemelekatan, tidak terbiasa dengan tiga aspek sang jalur menuju pencerahan. Kekotoran batin begitu banyak, terutama obyek penganggu muncul di sekeliling kita, niat dan keiginan untuk mencapai pembebasan menjadi lemah. Kekotoran batin kita begitu besar untuk mencari kesenangan samsara, mencari obyek kesenangan dunaiwi.
Oleh karena itu, kamu membutuhkan meditasi lam-rim untuk menakhlukkan batin, mengendalikan batin, pada saat bersamaan kamu juga perlu menjauhkan diri, menjaga jarak dengan obyek kemelekatan, obyek yang menyebabkan kekotoran batin. Jika kamu tidak menjauhkan diri dari obyek penyebab penderitaan internal, kamu yang telah ditahbiskan diselimuti oleh obyek kesenangan duniawi maka kamu mirip dengan orang yang duduk di dekat api dan pada saat bersamaan mendambakan dingin.
Tentu saja, suatu hal yang baik sekali apabila membangun lingkungan eksternal yang menunjang di lingkungan sangha dunia barat, namun dari sisi individu sangha itu sendiri, mereka perlu tinggal di tempat yang tepat bagi mereka. Walaupun ada yang menyediakan lingkungan yang baik, namun individu sangha tidak berada di tempat tersebut; maka seperti yang saya sebutkan sebelumnya, batin kita sungguh lemah saat ini, tidak ada realisasi, tidak ada kestabilan, obyek internal yang ada akan menguasai batinmu. Ini berarti kamu akan mengikuti kekotoran batin, kekotoran batin menguasai batinmu, kamu tidak bisa berlatih Dharma, tidak bisa mempertahankan sila, hal ini membuat hidup semakin sukar, oleh karena itu hidup sebagai anggota sangha biksu itu bagaikan hidup dalam penjara, itu pandangan salah.
Dengan menyadari bahwa hasil dari hidup sebagai anggota sangha adalah pembebasan dan pencerahan, maka seseorang seharusnya merasa beruntung, kamu juga bisa mendapatkan manfaat: moralitas bagaikan suatu derajat respek dari orang lain, suatu tugas untuk tetap hidup, kelahiran yang lebih baik. Moralitas merupakan paspor menuju kelahiran lebih baik. Hal yang paling penting adalah terhindar dari terlahir ke alam rendah, selain itu moralitas merupakan dasar dari pencapain pembebasan dan pencerahan. Oleh karena itu penting untuk menciptakan lingkungan yang menunjang.
Banyak sekali manfaat hidup sebagai anggota sangha biksu, seperti dijelaskan oleh Buddha dalam sutra dan lam-rim. Ada ritual pengakuan kesalahan yang dilakukan sebulan dua kali, beberapa manfaatnya adalah membaca kembali peraturan agar bisa lebih siap menjalankan peraturan itu, karena pasti ada diantara mereka yang melanggar peraturan. Biksu yang memiliki moralitas bagus memiliki ‘sinar cahaya kejayaan’. Dan secara alami akan terkenal, para umat akan memuji kualitas itu, mereka juga akan berbahagia.
Orang menjalankan moralitas dengan bajik tidak akan diganggu oleh orang lain. Agar orang lain tidak bisa menganggu kita, maka kita jangan menciptakan penyebabnya. Jadi kamu harus mengerti bagian ini. Seseorang yang tidak mempunyai mata tidak bisa melihat suatu bentuk barang. Begitu juga dengan orang yang tidak menjalankan moralitas tidak akan bisa terbebaskan, orang yang tidak menjalankan moralitas bagaikan orang yang tidak memiliki kaki, dia tidak bisa berjalan dan tidak bisa pergi ke tempat-tempat yang ia inginkan (kita tidak membicarakan tentang teknologi modern dengan menggunakan kaki artifisial).
Bagaikan sebuah pot yang bertindak sebagai penampung permata, moralitas merupakan dasar dari semua realisasi. Jika pot itu pecah maka pot itu tidak bisa bertindak sebagai penampung permata lagi. Begitu juga dengan kasus ketika seseorang melanggar moralitasnya, maka akan sulit bagi dia untuk mencapai realisasi. Jadi, bagi mereka yang tidak memiliki fondasi moralitas yang kokoh, apakah dia bisa mencapai keadaan tanpa derita di masa akan datang? TIDAK
Beberapa manfaat telah disebutkan sebelumnya berasal dari sutra yang disabdakan oleh Buddha, manfaat itu biasanya di baca ulang pada pengakuan bulanan para biksu-biksuni dan sramanera-sramaneri.
Setiap sangha harus memiliki rencana untuk melindungi dirinya sendiri dengan cara hidup di lingkungan yang tepat. Oleh karena itulah biara dibangun, itulah tujuan adanya vinaya. Hal-hal demikian membantu kita melindungi batin kita. Dengan melindungi batin, terjaga, kamu bisa bebas dari masalah dan penghalang, bahkan penderitaan. Kamu bisa terbebaskan total dari penderitaan samsara sang samudra penderittan. Semua keinginanmu akan kebahagiaan akan terwujud, dan pencapai tertinggi pencerahan akan terjuwud, dan juga membantu semua makhluk memperoleh kebahagiaan juga.
Vinaya menjelaskan hal apa yang boleh dilakukan dan hal yang tidak boleh dilakukan, semua ini merupakan nasihat Buddha agar kita bisa melindungi batin kita dan juga melindungi batin orang lain agar tidak mengkritik sangha, dan ini merupakan hal yang sulit dilakukan. Hal buruk akan terjadi apabila kamu lalai dan tidak peduli dengan batin semua makhluk, perasaan semua makhluk, kebahagiaan semua makhluk, penderitaan semua makhluk. Jadi, kita semua bertanggung jawab untuk menuntun mereka dalam melindungi batin. Jika seseorang mampu melaksanakan vinaya dengan baik, hal ini membangkitkan keyakinan makhluk lain dan mereka juga ingin mencapai pembebasan dan pencerahan. Hal ini memberikan inspirasi kepada mereka untuk mengikuti jejak kita, yaitu hidup sebagai seorang biksu atau biksuni.
Pada umumnya, kita menjadikan Buddha sebagai teladan bagaimana mempraktikkan Dharma. Menjadi sangha biksu menyebabkan orang lain menghormati kita dan sekaligus membuat mereka berbuat karma baik. Bahkan ketika mereka menghormatimu sebagai seorang anggota sangha monastik, mereka menciptakan kebajikan. Hidup dalam pesamuhan sangha biksu/ni membuat doa semakin berkekuatan untuk matang apabila kamu berdoa untuk orang lain. Puja dan doamu mengandung kekuatan untuk memberikan kesuksesan kepada orang lain. Jika kamu hidup dalam kehidupan murni, kamu akan mencapai tujuan lebih mudah, melafal mantra juga akan memberikan kekuatan dan efek. Para Deities, Buddha, Pelindung Dharma akan mendengarkan permohonanmu, mereka akan membantumu. Mereka tergerak oleh kemurnian batinmu, bahkan kamu tidak memohon sekalipun, mereka akan membantumu dengan senang hati, melayanimu.
Ketika para makhluk memberikan persembahan kepadamu, mereka juga menciptakan kebajikan. Karena kamu hidup dengan murni maka tidak ada bahaya bagi dirimu sendiri untuk menerima persembahan itu. Jika tidak, dalam ajaran Buddha disebutkan bahwa memakan persembahan itu bagaikan meminum larva dan meminum cairan besi yang tampak ada kobaran api.
Terdapat perbedaan besar antara umat biasa dengan mereka yang telah ditahbiskan ketika dalam memberikan ceramah Dharma. Jika kamu adalah seorang yang telah di tahbiskan, maka ada pengaruh besar sekali, karena orang lain melihat kamu adalah orang yang telah melepaskan keduniawian. Umat biasa akan sangat respek pada tindakan yang kamu lakukan, hidup dengan cara yang tidak bisa di lakukan oleh meraka yang berstatus umat biasa; kualitas inilah yang tidak bisa tercapai oleh umat biasa. Respek selalu muncul dari sisi umat biasa.
Jika umat biasa merasa sangha tidak memiliki kualitas baik, maka tidak perlu memberikan persembahan, tidak perlu memberikan dukungan kepada sangha, sangha sendiri saja tidak mau menciptakan karma baik untuk dirinya sendiri, para umat biasa seharusnya bisa melihat dengan cara demikian.
Tanpa melindungi batin, tanpa moralitas, kamu tidak mampu memberikan pelayanan sempurna kepada semua makhluk, bahkan sebagai seorang umat biasa sekalipun. Ketika kamu ingin membantu orang lain, masalah dan kesulitan selalu muncul dikarenakan oleh egomu sendiri, dikarenakan oleh tiga racun dalam batinmu. Cepat atau lambat masalah akan muncul dalam pekerjaanmu, apakah kamu seorang yang memegang kendali suatu negara atau melakukan aktifitas pelayanan sosial, bahkan dalam kehidupan sehari-hari, beginilah yang selalu terjadi. Tanpa moralitas, tanpa melindungi batin, tanpa kedisiplinan, kamu tidak bisa merasa puas, damai dan kebahagiaan dalam hati, kamu tidak bisa memuaskan keinginan hatimu.
Bahkan dalam ajaran Hindu dijelaskan pencapaian sembilan tingkat samatha, suatu meditasi umum yang bisa di capai tanpa harus berlindung pada Buddha, Dharma, dan Sangha. Bahkan mereka mampu mencapai ketidakmelekatan pada batin, menolak alam nafsu keinginan, mereka merasa bercukupan. Ini berarti mereka melaksanakan moralitas dan disiplin dalam sepanjang latihan, kemudian mereka menjadi tidak melekat pada alam bentuk karena menyadari kerugian-kerugian alam bentuk tersebut. Bahkan ketika mereka mencapai alam tanpa bentuk yang hanya memiliki empat keadaan mental, mereka terbebas dari tiga alam sebelumnya dengan menyadari kerugian-kerugian alam-alam tersebut.
Jadi, bahkan Hindu juga mempraktikkan penolakan terhadap samsara, mereka bisa mencapai tingkat tersebut. Bukan berarti menolak seluruh samsara; hal ini tidak disebutkan dalam Hinduisme. Untuk mencapai pembebasan akhir juga tidak disebutkan, juga tidak menyebutkan lima jalur (marga) dan shunyata. Seseorang tidak akan bisa mencapai pembebasan akhir tanpa mengerti shunyata, tanpa mengetahui pandangan prasangika tentang shunyata, yang merupakan salah satu dari empat sekolah filosopi buddhis.
Jika penahbisan tidak memberikan manfaat besar, jika itu tidak penting, lantas untuk alasan apa Buddha sendiri mengikuti jejak hidup biksu, mencukur habis rambutnya di tepi sungai Neranaja? (alkasih dari Mahayana, Buddha mencapai pencerahan sempurna di Bodhgaya bukan hal yang pertama kali; beliau telah tercerahkan sejak waktu yang lama sebelum itu).
Semua aktivitas Buddha yang berjumlah dua belas itu, empat kebenaran mulia, mengajarkan kepada kita bagaimana mempraktikkan Dharma. Banyak permasalahan dan penderitaan, hanya ada satu cara untuk melepaskannya selamanya dan tidak mengalamai penderitaan itu lagi, yaitu dengan cara mengatasi penyebabnya: dengan cara membebaskan batin dari kekotoran batin dan karma. Dengan demikian kamu bisa mencapai pembebasan total dan tidak akan mengalami penderitaan lagi. Hal ini bisa tercapai karena terdapat cara dan metode yang bisa dipraktikkan. Jadi, pada dasarnya dua belas aktivitas dan empat kebenaran mulia menunjukkan kepada kita bagaimana mempraktikkan Dharma.
Membuat suatu generalisasi percaya bahwa yang terbaik adalah semua orang meninggalkan kehidupan sangha monastik dan hidup sebagai praktisi umat biasa adalah cara berpikir yang keliru. Masalahnya adalah: pertama: seseorang kurang mengerti Dharma sejati, terutama karma, dan yang kedua: hal yang paling penting hilang dalam proses pengalaman meditasi, penolakan samsara dengan menyadari penderitaan alam rendah, menyadari ketidakkekalan dan kematian; namun tidak memiliki pengalaman yang kuat atas hal itu, maka tidak ada realiasasi di meditasi itu.
Bahkan, apabila ada seseorang yang mengerti Dharma dengan baik, namun itu hanyalah bersifat intelektual, batin masih seperti semula atau malah bertambah buruk: atau bahkan semakin belajar Dharma lebih banyak justru memupuk kekotoran batin, mengikuti arus hidup dengan penuh pencemaran, hal ini tergantung pada orang tersebut. Dengan demikian seseorang yang telah berlindung dalam Triratna adalah tercemar, teman juga tercemar, guru dan Triratna juga tercemar, apabila ada orang lain yang mengikuti jejak dia juga menjadi tercemar batinnya.
Kehidupan demikian bisa mempersulit, bahkan menjadi sangat sulit sekali, bahkan sangat membinggungkan; ia adalah seorang sangha dengan jubah, kepala dicukur habis, tapi hati di dalamnya bertolak belakang sama sekali. Tentu saja tidak ada orang yang mau membuat kehidupannya bertambah sulit, seseorang membuat hidupnya bertambah sulit karena dia berada dalam penjara samsara disertai dengan kekotoran batin. Hal ini disebabkan oleh pengalaman pribadi karena tidak mempraktikkan Dharma dengan rajin, kemudian kamu memberitahu orang lain bahwa menjadi seorang biksu atau biskuni tidak baik dan lebih baik menjadi seorang umat biasa dan mempraktikkan Dharma.
Di Tibet ada sebuah praktik kebajikan yang disebut Tsa-tsa: rupang Buddha yang di buat dari cetakan, umumnya di buat dalam jumlah yang banyak sekali, jadi membuat semua orang menjadi seperti kamu, jika kamu bersifat buruk, maka bisa jadi cara untuk membuat tsa-tsa buruk.
Hal apa yang membuat sulit kehidupan para biksu dan biksuni, dalam hati mereka, tujuannya adalah nirvana, maka tujuan ini menjadi sangat mudah, tidak ada masalah, bahkan kamu mengalamai hal pelik, kesenangan juga tidak menjadi masalah berat bagi batin. Namun, apabila dalam hatimu bertujuan mencari kesenangan samsara, bahkan jika orang lain tidak membuatnya menjadi suatu hal yang pelik, kamu sendiri bisa mengacaukan kondisi itu. Walaupun orang lain merasa boleh-boleh saja bertujuan mencari kesenangan samsara, dalam batinmu sebagai seorang biarawan akan menjadi bertolak belakang. Jadi hidup sebagai biarawan itu tergantung pada tujuan yang kamu emban apa, jika kamu merubah tujuanmu dari ‘mencari kesenangan samsara’ menjadi ‘pembebasan dan pencerahan’, maka jagalah tujuan itu 24 jam, bahkan setiap saat, maka masalah akan semakin berkurang, dan akan menjadi jelas sekali dalam hatimu.
Tentu saja kamu tidak bisa mendapatkan kedua-duanya samsara dan pembebasan. Seperti yang disebutkan oleh Geshe Kadampa, kamu tidak bisa menjahit dengan jarum yang berkepala dua. Dengan cara demikian kamu akan kehilangan pembebasan. Geshe Kadampa juga menyebutkan bahwa mencari kebahagiaan duniawi dan mencari kebahagiaan Dharma tidak terjadi bersamaan, jika kamu mencari kesenangan duniawi maka kamu akan kehilangan kebahagiaan Dharma, seperti jarum berkepala dua yang mana tidak bisa menjahit sama sekali. Dharma dan pembebasan tidak akan bisa diperoleh apabila kamu menginginkan nirvana dan samsara berbarengan.
Kamu akan bisa mengerti dari contoh di atas, bahkan tidak menghubungkannya dengan buddhisme sekalipun, betapa pentingnya, dan betapa perlunya bagi seseorang untuk mengikuti jejak kehidupan sangha biksu. Jadi, pada umumnya di dunia barat tidak cocok untuk ditahbiskan, melaksanakan praktik umat biasa adalah hal paling tepat untuk setiap orang, ini konsep salah.
Justru saya berpikir, penahbisan bagi teman-teman di dunia barat adalah suatu hal yang bagus agar bisa mempraktikkan ajaran spiritual yang lebih tinggi lagi. Titik penekanan utama tetap pada moralitas murni agar bisa mencapai samadhi tertinggi, dan juga arif-bijaksana. Pertama-tama kamu mengembangkan fondasi moral, untuk mendapatkan moralitas murni badan jasmani, ucapan, dan batin, kamu harus mencoba mengambil komitmen dan menjaganya dengan sempurna. Dengan mengambil komitmen, dalam hati, kamu berpikir bahwa saya tidak boleh melakukan ini karena saya berkomitmen untuk tidak melakukannya. Ini akan membuat komitmen menjadi suatu kekuatan, dengan komitmen, kekuatan kebajikan akan semakin besar, jika kamu melanggar komitmen, maka kamu juga akan menciptakan kekuatan karma negatif besar juga.
Namun, jika seseorang menginginkan tercapainya tujuan spiritual, tidak tertarik dengan kesenangan sementara duniawi karena kehidupan ini tidak pasti, maka ada baiknya mengambil komitmen (termasuk komitmen bodhisatwa dan komitmen tantra juga, tergantung tingkat pencapaian seseorang). Komitmen teruntuk bagi mereka berpikir jauh ke masa depan dan ingin mencapai tujuan spiritual dan mereka yang mempunyai tekad yang kuat. Ketika kamu telah mengambil komitmen itu, kamu harus berusaha sekuat tenaga untuk menjaganya. Tidak baik bagi seseorang untuk membuat suatu janji ‘besar’ diawalnya, bahkan dengan cara mengambil semua komitmen, kemudian tidak menjaga komitmen itu dengan baik. Oleh karena itu, penahbisan menjadi anggota sangha monastik juga tidak boleh terburu-buru, terutama bagi teman-teman di dunia barat. Dari sudut pandang budaya, mereka sangat sulit menjaga komitmen.
Demi menjaga kemurnian komitmen utama, seseorang membutuhkan komitmen sekunder. Sebagai cotoh, jika kamu mempunyai bunga anggrek dengan sesuatu yang cantik ditengahnya, untuk menjaga keutuhannya, kamu menambahkan pembungkus dipinggirnya, selapis, dan dua lapis. Ada komitmen yang berada di tengah, dan ada komitmen lain yang seperti pembungkus dipinggirnya. Memang banyak komitmen sekunder yang sulit dijalankan, namun kokohkanlah dalam batinmu dan bertekad untuk menjaga komitmen tersebut dengan baik, ini sikap yang baik. Terlepas dari apakah kamu mampu menjaga komitmen itu atau tidak dalam sistem budaya barat, ini masih menjadi sebuah pertanyaan, karena sistem sosial dunia barat berbeda dengan Tibet. Kamu harus mencari nafkah sendiri, ini hanya contoh.
Kehidupan normal tidak cocok untuk biarawan; kamu harus hidup di biara atau sebuah pusat Dharma yang mana semua orang juga menjalankan komitmen, maka ini akan lebih mudah. Jika hanya kamu sendiri saja, maka ini akan menjadi lebih sulit. Saya melihat banyak teman-teman barat mejadi biksu atau biskuni, mereka tidak memiliki dukungan finansial. Hal ini sangat menyulitkan, mereka harus mencari pekerjaan dengan berjubah demi penghidupan, jika tidak ada orang yang mau memberikan pekerjaan kepada mereka, maka mereka akan merubah penampilan mereka, di luar mereka tampak sebagai umat biasa, dan di rumah mereka kembali menjadi biksu atau biksuni. Bolak-balik seperti itu, saya merasakan bahwa ini adalah suatu kesulitan.
Jadi, daripada menjadi seorang biksu atau biskuni, cobalah untuk berlatih moralitas dan motivasi murni. Apa pun kondisinya, lakukanlah sebanyak mungkin yang bisa kamu lakukan, tidak perlu mengambil komitmen. Maka kamu tidak akan kelihatan aneh jika berada di luar, dan kamu hanya orang biasa, tidak ada sesuatu yang khusus. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa kamu tidak seharusnya mengambil komitmen, ini usulan negatif, tapi pada kenyataanya saya melihat mengambil komitmen di dunia barat membawa banyak masalah.
Sesungguhnya, menjadi biksu atau biksuni bak menjadi burung gagak putih, gagak itu hitam kan? Jika ada burung gagak putih, maka itu tidak sesuai, bahkan menjadi sesuatu yang sangat aneh. Namun jika kamu merasa yakin untuk mengambil komitmen untuk menjadi biksu atau biskuni, apa pun kata-kata miring dari orang lain, jangan pedulikan. Ketika masalah datang, kamu akan dengan senang hati menjadikannya sebagai latihan.
Diterjemahkan oleh: Nyanabhadra
(Sumber: Mandala Sept-Okt 96, h 34-35)
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.