Pikiranmu Bukanlah Tempat Sampah


Kebersihan seharusnya menjadi bagian dari kehidupan manusia. Aksi sederhana menjaga kebersihan adalah dengan membuang sampah pada tempatnya. Sayangnya banyak orang yang masih belum sadar, mereka masih membuang sampah sembarangan.

Saya teringat satu kejadian saat menggunakan jasa transportasi daring (online) menuju Bandara Soekarno Hatta. Ketika melewati gerbang tol, sang pengemudi membayar lalu menerima secarik kertas bukti pembayaran. Ini pemandangan lumrah. Tapi, coba tebak, apa yang terjadi selanjutnya? Saya melihat sang pengemudi meremas struk itu dan langsung dilempar keluar dari kaca mobilnya yang masih terbuka setengah.

Peristiwa kecil ini menyisakan rasa geregetan, serasa ingin segera menegurnya, saya tahu bahwa emosi sedikit terganggu dan tensi mulai naik. Tapi saya tahu bukan itu cara Buddha memberi nasihat, sebagai murid Buddha, saya ingin mengikuti cara Buddha.

Teknik meditasi napas saya pakai untuk merelakskan badan dan mengupayakan senyum kecil sembari terus memperhatikan napas masuk dan keluar. Ada beberapa hal yang ingin saya pastikan terlebih dahulu sebelum membuka mulut, saya ingin pikiran dan hati tenang terlebih dahulu agar memiliki kemampuan untuk berbahasa kasih.

Selama 5 menit lebih saya melakukan itu, hati merasa sedikit lega baru saya sampaikan dengan nada bersahabat, syukurlah pengemudi itu mengerti dan bahkan merasa malu, dan dia hanya tersenyum kecut. Semoga saja dia tidak mengulanginya lagi.

Ini untuk kesekian kali saya berhasil merubah suasana batin, sehingga tidak melukai orang lain. Saya sadar bahwa pengemudi itu menganggap lumrah membuang secarik kertas kecil itu, apalagi itu sudah terjadi secara otomatis setiap kali melewati gerbang tol. Apakah Anda juga melakukan hal yang sama? Jika iya, mulailah merubahnya sekarang.

Di beberapa tempat juga demikian. Saya pernah mengunjungi pantai di Lampung, pantai itu indah dan banyak wisatawan lokal, pemandangan indah namun kantong plastik, botol air mineral berserakan di sana sini. Hati terasa sedih, mengapa manusia tega membuang sampah sembarangan? Apakah tidak pernah merasa malu?

“Saya ingin pikiran dan hati tenang terlebih dahulu agar memiliki kemampuan untuk berbahasa kasih.”

Mekanisme Kerja Pikiran
Sampah yang disebut di atas adalah kasat mata, bagaimana dengan sampah-sampah semu yang tidak tertampak oleh mata? Bukan debu! Tapi yang saya maksud adalah pikiran negatif yang bak sampah, mengotori pikiran.

Pikiran manusia tidak pernah berhenti bekerja. Selama 24/7 terus bekerja, ia bahkan sudah kehilangan kemampuan untuk beristirahat. Ada sebuah pola yang telah terbangun karena diulang-ulang terus, dalam ilmu neurosains (neuroscience) disebut sebagai neural pathway, di dunia buddhis disebut kebiasaan (vāsanā) atau kadang disebut jejak karma. Kebiasaan dibangun dalam kurun cukup panjang. Tugas memutar balik kebiasaan itu juga membutuhkan waktu cukup lama juga.

Kebiasaan pikiran manusia lebih cenderung bergerak ke arah kurang bajik, semakin banyak berpikir semakin banyak pikiran yang tidak bermanfaat. Hati dan pikiran sering penuh dan sesak dengan sampah-sampah pikiran itu, hari demi hari menumpuk dan terus menumpuk.

Sampah yang jumlahnya sedemikian banyak tersedia dalam pikiran manusia, maka sampah-sampah inilah yang akan lebih mudah tersalurkan melalui mulut. Jadi tidak heran jika komentar di media sosial semakin hari juga semakin negatif. Berita dan komentar yang kita baca juga menjadi sampah baru, manusia saling memberi makan kepada manusia lain.

“Meditasi, mengolah sampah kehidupan menjadi pupuk yang menyuburkan”

Bagaimana mengatasi pikiran yang memproduksi sampah terus menerus sehingga memenuhi hatimu serta menyebabkan keruhnya batin? Pikiran memproduksi sampah karena manuver pikiran ke masa depan, rencana, proyek, dan sebagainya. Manuver selanjutnya adalah terjebak dalam penjaran masa lalu, sesuatu yang telah berlalu belum bisa anda lepaskan, belum bisa move on, malahan Anda bolak-balik move back! Ada kecenderungan pikiran negatif ketika berpikir masa lalu karena penyesalan yang terjadi, walaupun tidak selalu demikian.

Meditasi memiliki faktor utama relaksasi badan, lalu membawa pikiran kembali ke sini dan saat ini, bersentuhan dengan apa yang terjadi pada saat ini. Kualitas ini yang sangat kurang dalam manusia, karena pikiran manusia terlalu sering berada di masa depan atau masa lalu. Jangan berpandangan keliru bahwa tidak boleh membuat rencana kerja, tentu saja boleh, lakukan dengan penuh kesadaran dan jangan sampai terhanyut.

“Berita dan komentar yang kita baca juga menjadi sampah baru, manusia saling memberi makan kepada manusia lain.”

Kejernihan batin terjadi saat pikiran hadir di sini dan saat ini dan sekadar menyadari apa adanya, panca indra hening dan tenang, pikiran bersatu dengan napas masuk dan keluar. Ketika pikiran tercurahkan pada napas, maka seketika itu cengkeraman masa lalu maupun kekhawatiran akan masa depan terlepas begitu saja. Ingat prinsip bahwa napas selalu terjadi di sini dan saat ini.

Kemampuan untuk Berubah
Manusia memiliki kapasitas untuk berubah, perubahan terjadi ketika Anda lakukan setiap hari. Anda pernah ke Singapura? Atau Jepang? Ambil contoh Singapura, mereka cukup berhasil menyadarkan masyarakatnya untuk membuang sampah pada tempatnya, bahkan membedakan sampah kompos, sampah yang bisa di daur ulang dan sebagainya.

Warga Indonesia yang ke Singapura tiba-tiba bisa mengikuti kebiasaan setempat, menyeberang di zebra cross, jika belanja di supermarket antri dengan rapi, dan sebagainya. Begitu juga dengan mereka yang pergi ke Jepang, mereka mengikuti aturan setempat. Lalu ketika pulang ke Indonesia, apa yang terjadi? #Sssssttttt…

Ada orang mengikuti latihan meditasi 10 hari, tentu saja mendapat banyak manfaat dari lingkungan dan suasana yang terkondisi itu. Namun, alangkah sayangnya jika ia tidak melanjutkan meditasi itu dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bilang nge-charge HP, tapi setahun sekali mengisi batere, pantesan baterenya sering soak!

Meditasi hendaknya bisa dipraktikkan di berbagai tempat yang memungkinkan, menyadari napas masuk dan keluar, relaksasi badan, dan senyum kecil, semua ini bisa menjadi kebiasaan baru, elemen perubah hidup, ingatlah tiada yang instan! Melalui cara demikian, sampah-sampah pikiran bisa pelan-pelan ditransformasikan menjadi energi lebih netral atau bahkan bajik.

Latihan sederhana seperti itu sudah membawa kejernihan kecil bagi batin dan mengurangi produksi sampah dalam pikiran. Daripada banyak berpikir dan memproduksi sampah berlebihan, lebih baik Anda curahkan waktu ke waktu untuk memproduksi keheningan di sini dan saat ini. Ini yang disebut samatha, menghentikan produksi sampah pikiran. Dengan kejernihan seperti ini baru bisa menatap mendalam atas sampah-sampah itu agar bisa diubah menjadi pupuk, ini yang disebut vipasyana. Dua sekawan ini, samatha-vipasyana selalu dipraktikkan bersama dalam tradisi Zen Plum Village yang diasuh oleh Zen Master Thich Nhat Hanh.

Produksi sampah dalam pikiran akan terus berlanjut, walaupun belum bisa berhenti total, minimal kita bisa mengurangi tingkat produksinya, kemudian menciptakan neuropathway baru untuk mendaur ulang sampah-sampah itu menjadi pupuk bagi kehidupan.

Creative Commons LicenseArtikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.

One comment on “Pikiranmu Bukanlah Tempat Sampah

  1. Daisy Jul 31, 2017 01:23

    Nice writing..keep it up en have a nice day 😃

Leave a Reply to DaisyCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.