Ada percakapan menarik. Tapi, mohon maaf saya harus merahasiakan lawan bicara saya. Kita bicara lewat WhatsApp (WA). Sekarang pembicaraan, dialog, diskusi, bahkan rapat sering terjadi di WA, bahkan bisa audio, dan kualitas video call juga semakin bagus. Tentu saja selagi internetnya tidak lemot.
Jadi, pembicaraan WA tadi berkaitan dengan memaafkan seseorang. Ini selalu menjadi topik hangat. Oyah, kita bukan lagi nge-gossip loh. Ada kejadian zaman bahela yang bikin kita berdua bersitegang bahkan perang dingin alias tidak mau saling menyapa, bahkan tidak mau saling melihat.
Berapa lama?
Pengalaman perang dingin itu tidaklah membuat saya menyerah. Saya malah harus berterima kasih kepada kesulitan itu sehingga saya memperoleh kekuatan baru. Sekarang, kita sudah baikan kok, syukur sekali saya selalu punya kesempatan untuk memulai lembaran baru, saya menjadi sangat mengapresiasi persahabatan (友情).
Ada suatu ketika, seorang novis juga memiliki kesulitan untuk memaafkan orang lain. Dia bertanya kepada saya. Bermodalkan pengalaman-pengalaman sulit itu, saya menyampaikan beberapa tips buat dia. Oyah, saya sudah menuliskannya dalam bentuk artikel, silakan klik sini untuk membacanya.
Saya harus berterima kasih kepada anicca (無常) a.k.a ketidakabadian. Sehingga perang dingin dan kesulitan tadi bisa diatasi dengan baik. Sesuatu yang sudah dimulai maka akan berakhir juga. Jika sudah naik maka nanti juga akan turun kok, mereka itu pasangan kok, sepasang, jadi Anda tak usah terlalu khawatir. Urusannya hanya seberapa lama?
Situasi darurat
Sama juga dengan virus korona (Covid-19, 冠狀病毒), dia datang, tinggal sementara, bikin keonaran, bahkan mengakibatkan banyak nyawa melayang, bahkan WHO sudah mendeklarasikan darurat kesehatan global. Saya memilih no comment bagian deklarasi itu. Saya hanya mau bilang, jika ada virus maka dari virus itu juga diperoleh antivirus (bukan perangkat lunak antivirus).
Jadi, walaupun virus korona menyebabkan banyak masalah, itu bukan berarti virus itu jahat. Loh, kok saya bikin pernyataan kontroversial? Tentu saja tidak, sifat virus itu memang demikian, jika virus bisa memilih barangkali dia juga mau berusaha menghindari manusia. Sayangnya mereka tidak punya pilihan, mereka bergerak sesuai dengan kondisi yang ada.
Saya ada banyak teman di Tiongkok. Ada sebagian yang pernah bertemu di Tiongkok, ada sebagian lagi bertemu di Plum Village Thailand. Mereka sebagian besar diwajibkan untuk stay home. Kebijakan ini membuat sebagian mereka merasa takut, tidak tenang, dan sedih. Walaupun demikian, mereka tidak menyerah, justru mereka bisa mengadakan pertemuan daring (online) melalui sesi ZOOM.
Minggu lalu saya diundang ke sesi ZOOM. Saya meminta teman-teman Tiongkok untuk tetap tegar, menjadikan kesempatan luang di rumah untuk berlatih kembali kepada napas, anggap saja itu retret personal (閉關) di rumah. Ada waktunya untuk melihat sisi lain dari situasi darurat itu, janganlah terlalu fokus pada sisi buruk saja.
Saya berharap Anda bersedia memaafkan virus itu. Saya berharap Anda tidak menuding virus itu yang bikin masalah. Buddhis berpendapat suatu masalah pasti ada penyebabnya, tak mungkin dia muncul mandiri. Jika mengerti bagaimana dia muncul, maka bisa menemukan bagaimana dia bisa lenyap.
Kayak toko
Balik ke percakapan WA. Saya bilang, saya juga selalu bersedia memaafkan orang yang pernah menuduhkan sesuatu yang tidak pernah saya lakukan. Anggap saja saya lagi cuci karma, malah saya bersyukur karena karma buruk saya berkurang sedikit. Ini yang saya sebut membuka pintu hati agar bisa memaafkan. Jika perlu klarifikasi, silakan, bagus.
Saya bilang, saya tuh kayak toko kok, ada buka ada tutup juga. Bedanya adalah, untuk orang tertentu bisa sering dibuka lebih lama, kadang tutup sebentar, atau sebaliknya. Jika ada orang yang “dosa”-nya sangat berat, mungkin dia bisa kena imbas tutup pintu lebih lama. Tapi ketahuilah buka dan tutup kan sepaket, ingatlah bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi selamanya.
Tutup pintu juga tidak enak kok. Serasa udara tidak bisa mengalir lancar. Jadi, membuka pintu hati untuk memaafkan itu seperti mengalirkan udara segar, setelah itu Anda merasa lega. Oyah, zaman sekarang agak repot kalau buka terus, karena terlalu banyak polusi, jadi benar yah, buka tutup itu sepaket dan bergiliran.
Silakan memilih
Sekarang, Anda harus memilih buka dan tutup pada waktunya, pada tempatnya, pada kondisinya, silakan pilih yang tepat dan cocok. Bagaimana memilih? Saya berlatih kewawasan (mindfulness, 正念) agar batinnya saya jernih, sehingga bisa lebih sering memilih yang sesuai dengan kondisi saya.
Tadi pagi saya mempraktikkan meditasi jalan bersama-sama komunitas. Tak lama kemudian lahirlah beberapa ide di atas. Saya langsung mengetikkan semua ide itu dalam artikel ini. Saya yakin pencerahan kecil-kecilan akan selalu lahir jika kita mau terus menerus berlatih.
Ketika situasi kondisi matang, pemahaman kita akan menjadi sangat dalam walaupun urusan masih sama, yaitu urusan memaafkan, urusan buka tutup pintu hati, urusan mendamaikan hati agar dunia juga ikutan damai. Selamat mempraktikkan seni membuka dan menutup pintu.
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.