Hari ini kamis, 28 Februari 2019. Satu-satunya bulan yang hanya mencapai tanggal 28. Setiap empat tahun sekali (kabisat) maka kebagian 1 hari lagi menjadi 29. Ada yang kirim “hoax” ke saya kemarin, dia bilang tanggal 29, 30, dan 31 Februari dinyatakan libur nasional. Ada benarnya, juga ada hoaxnya.
Hari ini saya mau mengajak Anda untuk merenung tentang zona nyaman. Sebuah area yang membuat Anda merasa nyaman secara fisik maupun mental. Nyaman selalu berkaitan langsung dengan perasaan. Agama Buddha menyebutkan 3 jenis perasaan: nyaman (sukhā), tidak nyaman (dukkhā), dan netral (adukkham-asukhā).
Tiga Zona
Saya sengaja menyertakan istilah Pali agar Anda mengerti. Nyaman berarti perasaan suka, ingin mengulang pengalaman atau perasaan itu. Jika perlu, perasaan nyaman itu abadi. Apakah mungkin? Tentu saja tidak. Keinginan akan keabadian inilah yang disebut “melekat”. Kondisi kontroversial inilah yang mengusik ketentraman hati, sehingga Anda tergeser atau menggeser diri ke zona duka.
Zona duka. Zona ini membuat Anda tidak suka, berharap perasaan duka ini segera berakhir. Dari titik inilah munculnya penolakan, ketidaksabaran, dan kebencian. Ada sebuah harapan agar perasaan duka ini segera berakhir seketika, apakah mungkin? Tentu saja tidak, namun Anda bisa pelan-pelan menggesernya ke zona netral.
Zona netral ini adalah non duka sekaligus non suka. Bukan kiri bukan kanan, bukan atas bukan bawah, bukan depan bukan belakang, jadi apa? Tengah? Saya sebut zona netral atau zona tengah, karena lebih stabil dibandingkan dengan dua zona di atas. Namun Buddha juga menasihati untuk melampaui (transenden) semua zona itu. Sebagaimana mereka yang telah mencapai kesucian, melampaui kelahiran dan kematian.
Zona Nyaman
Percakapan kemarin siang dengan seorang teman membuat saya menyadari ada sebuah zona lagi, yaitu zona nyaman. Sengaja mencoret ny-nya, sehingga menjadi aman. Sebuah zona yang non duka, non suka, juga non duka-suka. Untuk sementara ini saya sebut zona aman atau zona non diskriminasi, atau sebut saja zona ekuanimitas.
Belum pernah dengar istilah ekuanimitas kan? Ini istilah baru yang ingin saya populerkan. Istilah ini diserap dari bahasa Inggris, equanimity. Ayo cari di kamus Inggris, karena KBBI belum ada entri itu. Demi memudahkan, saya sambungkan dengan istilah upekkhā, nah sekarang Anda langsung ngeh! Keadaan mental yang tiada jejak kemelekatan, kebencian, dan kekeruhan batin.
Agama Buddha memberikan banyak daftar-daftar yang menarik. Semua itu dibundel dalam bodhipakkhiyā dhammā, yaitu kualitas-kualitas (dhammā) yang dikembangkan lewat kekuatan meditatif agar menunjang (pakkhiya) terealisasinya pencerahan (bodhi).
Zona Ekuanimitas
Catur Brahmavihara juga mengandung elemen ekuanimitas. Elemen ini mengandung kestabilan atau kenetralan terutama berkaitan dengan delapan angin duniawi. Ini bukan angin biasa loh, sejenis angin puting beliung, Anda bisa ditiup hilang sampai tak berbekas. Delapan angin ini adalah: untung-rugi, reputasi baik-reputasi buruk, dipuji-dihina, dan suka-duka.
Bagaimana bisa masuk ke zona aman (ekuanimitas) itu? Setiap momen saya berhasil kembali ke napas masuk dan napas keluar, saya merasa ada kondisi netral yang hadir. Saya merasa ada kondisi stabil dalam perasaan, tidak terlalu menanjak naik dan menukik turun. Sepanjang memperhatikan napas pelan dan napas panjang, tubuh dan pikiran saya secara alami menjadi relaks, tenang dan jernih.
Saya sudah sering mencoba teknis napas sepanjang hari. Setiap kali ada perasaan tidak nyaman (dukkhā) maka saya mencurahkan perhatian kepada napas, sehingga perasaan berangsur-angsur netral dan stabil. Saya berhasil menghindari kebencian dan penolakan. Demikian juga setiap kali ada perasaan nyaman maka saya juga kembali kepada napas sehingga perasaan juga berangsur-angsur netral dan stabil, saya berhasil menghindari kemelekatan.
Setiap kali saya merasa ada perasaan netral maka saya juga kembali kepada napas, sehingga perasaan berangsur-angsur stabil, tidak membenci, tidak melekat, juga tidak mengabaikan perasaan netral itu. Namun ketahuilah bahwa perasaan netral juga bisa bergeser dengan cepat, apakah itu bergeser ke nyaman maupun tidak nyaman lagi.
Keluar Masuk
Lewat praktik berkewawasan (mindfulness) terhadap pernapasan, saya sering masuk zona aman, zona ekuanimitas. Saya merasa pikiran sedikit lebih jernih dalam zona tersebut. Tentu saja saya tidak bisa bertahan lama di zona itu, karena memang saya sering pindah-pindah zona. Setiap kali pindah zona saya bisa lebih cepat mengetahuinya.
Relasi saya dengan zona nyaman, zona tidak nyaman, dan zona netral juga semakin baik. Serasa masuk ke zona mana pun, atau keluar dari zona manapun, saya bisa lebih legowo dan leluasa, tidak begitu banyak meninggalkan gangguan mental.
Saya mulai dari praktik sederhana, yaitu sepanjang hari lebih sering mencurahkan perhatian kepada napas masuk dan napas keluar, memperhatikan napas pelan dan panjang. Saya ulang lagi setiap kali saya ingat. Selamat mencoba!
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.
Sadhu bhante
🙏🙏🙏
Terima kasih penjelasannya
🙏🙏🙏