Hari ini, hari berkah. Hampir setiap hari saya merasakannya! Apakah Anda sudah merasakannya? Saya sudah. Berkah hari ini adalah saya sedikit lebih mengerti tentang apa itu interkoneksi. Ternyata masa kini (present moment) memiliki kaitan erat dengan masa lampau (past moment). Sambil mengetik naskah ini, tersambunglah mereka berdua ke masa nanti (future moment).
Kisahnya begini. Ada sebuah percakapan ringan (masa kini) dengan sahabat latihan di WA (WhatsApp). Tiba-tiba saya tersentak, mengingat nasihat yang pernah disampaikan oleh guru saya (masa lampau). Muncullah ide untuk menulis artikel ini (masa nanti), konstruksi pikiran pun langsung bekerja. Ternyata relasi tiga masa itu begitu nyata!
Kedalaman Praktik
Lalu, memori apa yang tiba-tiba teraktivasi dari percakapan dari WA itu? Saya ingat suatu kali Thay (Sapaan hormat untuk Master Zen Thich Nhat Hanh) pernah menyampaikan pendapatnya bahwa usia Dharma monastik bisa dihitung dari jumlah vassa. Namun kedalaman praktik seseorang tidak sepenuhnya bisa diukur dari vassa-nya.
Dunia monastik mengenal sistem vassa (retret musim panas selama 3 bulan). Setahun sekali, semua monastik buddhis wajib vassa. Masa untuk memperdalam praktik berkewawasan (mindfulness) dan studi agar bisa menghasilkan lebih banyak wawasan mendalam (insight).
Ada novis (sramanera) yang baru ditahbiskan. Ia rajin dan sepenuh hati dalam latihan. Kemajuan spiritualnya bisa saja jauh melampaui seorang biksu yang sudah 20 vassanya (mahathera). Hidup hanya untuk bermalas-malasan sama saja dengan menguras habis kebajikan.
Bolak Balik
Seorang novis janganlah berkecil hati, seorang mahathera janganlah bersombong diri, demikian juga sebaliknya. Satu sisi, kebijaksanaan bisa diukur dari seberapa banyak pengalaman dan usianya, namun kemungkinan sebaliknya juga bisa, ada anak muda yang lebih dewasa dan arif bijaksana.
Mau tidak mau, kadang kita harus mengakui bahwa ada kerjaan tertentu yang memang novis yang lebih gesit dan tepat untuk melakukannya. Berikanlah mereka kesempatan, namun mentor atau senior tetap memberikan bimbingan dan tuntunan.
Ada urusan lain yang terlalu jelimet untuk novis, biarlah biksu senior yang mengerjakannya. Para novis boleh mundur dan tidak perlu ikut campur. Memang demikian, ada hal-hal yang merupakan porsi-porsi yang bisa dilakukan oleh masing-masing orang.
Seorang biksu yang terbuka hendaknya juga bisa belajar dari novis muda. Beruntung hidup dalam komunitas, karena antara junior dan senior bisa saling belajar. Respek tetap menjadi pedoman utama agar mutualisme keseimbangan tetap stabil.
Tiada Aku
Latihan dalam komunitas selalu saling membutuhkan. Biksu membutuhkan novis, demikian juga sebaliknya. Sehebat apa pun seseorang, selalu wajib berlindung dalam komunitas, inilah pesan Thay. Mengalir bagaikan arus sungai, jangan bagaikan setetes air.
Mengapa komunitas? Karena ini salah satu cara agar setiap anggota bisa berlatih dan menyadari sepenuhnya tentang konsep tiada-aku (anatta). Komunitas juga bisa mencegah seseorang tidak burn out, karena ada orang yang suka memborong semua tugas, ini tidak boleh!
Ada orang yang merasa sudah menguasai teknik meditasi. “Aku”-nya sangat berpotensi tumbuh subur tanpa disadari. Apalagi yang hanya menguasai “metode kulit” (outer form) kemudian dirinya sendiri tidak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka yang mempraktikkan meditasi, bagus! Sayang sekali jika tidak menjadikan semangat meditatif sebagai bagian dari pola hidupnya. Dia kira bahwa meditasi hanyalah terjadi ketika dia duduk di atas bantal meditasi atau ketika dia berada di sentra praktik saja.
Membangun Fondasi
Tulisan ini adalah panggilan buat diriku sendiri. Panggilan untuk melihat ke dalam, ke dalam hati, ke dalam pikiran, ke dalam badan jasmani. Setelah sering melihat ke dalam, saya mulai sedikit mengerti tentang yang di luar sana.
Ada banyak orang yang sibuk melihat ke luar. Sibuk memperhatikan si ini dan si itu. Rempong karena organisasi ini dan itu. Mengejar ketenaran, mendambakan pujian, menarik perhatian lawan jenis, memburu makanan enak, menikmati tidur berlebihan. Ia butuh pengakuan seantero dunia.
Inilah gejala orang sedang mabuk. Terlalu sibuk melihat ke luar sehingga lupa melihat ke dalam. Mementingkan luar daripada dalam. “Dari luar” tertampak luar biasa, namun “dari dalam” ternyata keropos. Bagaikan bangunan megah namun fondasinya lemah.
Jika dari dalam memang keropos, bukan berarti harus dibongkar. Justru pelatihan batin ini bisa ditata ulang dengan fleksibel. Mengaplikasikan semangat meditatif dalam berbagai segi kehidupan, menjadi pendorong bagi transformasi dan penguatan fondasi batin.
Bukan Durasinya
Janganlah berbangga jika sudah bermeditasi selama 10 tahun. Jangan berkecil hati jika baru bermeditasi selama 1 tahun. Ada orang yang menanam jagung di atas batu, 10 tahun berlalu, tidak ada hasil apa pun, alias sia-sia. Ada orang yang menanam jagung di tanah yang subur, bahkan kurang dari 1 tahun sudah bisa panen.
Jadi bukan 10 atau 1 tahunnya, namun perlu pendekatan fundamental yang tepat. Saya menyimpulkan bahwa esensi fundamentalnya adalah kewawasan (mindfulness), jadi setelah berputar-putar ke banyak tempat, akhirnya saya balik lagi ke titik awal, kewawasan.
Setelah Anda menguasai teknik napas berkewawasan dengan solid, pendekatan yang tepat sesuai dengan kondisi, apalagi mendapat sahabat spritual dalam komunitas, tampaknya Anda tidak harus memubazirkan waktu selama itu, apalagi sampai 10 tahun.
Artikel ini boleh dikutip sebagian atau seluruhnya dengan tetap mencantumkan nama penulis dan url, tidak dimodifikasi dan non komersial. Karya ini dilindungi oleh lisensi Creative Commons License, kecuali yang tidak disebutkan demikian.